Dinasti Ghaznawiyah (977 M – )
BABI
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wilayah
dinasti Ghaznawiyah meliputi Iran bagian timur, Afganistan, Pakistan dan
beberapa wilayah bagian India. Pusat pemerintahannya di kota Ghazna Afganistan.
Dinasti inilah yang mampu menembus sampai ke India menyebarkan agama Islam,
menghancurkan berhala menggantikan kuil dengan masjid dan mampu berjaya sampai
kurang lebih 220 tahun.
Dan menunjukkan eksistensinya pada
pasca dinasti Saljuk ada beberapa riwayat tentang asal usul dinasti Buwaihi. Pertama,
Buwaihi berasal dari keturunan seorang pembesar yaitu Menteri Mahr Nursi. Kedua,
Buwaihi adalah keturunan Dinasti Dibbat, suatu dinasti di Arab. Ketiga, Buwaihi
adalah keturunan raja Persia. Keempat, Buwaihi berasal dari nama seorang
laki-laki miskin yang bernama Abu Syuja’ yang hidup di negeri Dailam.
Dari Pembentukan Dinasti Saljuk Bangsa
Turki Saljuk merupakan kelompok bangsa Turki yang berasal dari suku Ghuzz.
Dinasti Saljuk dinisbatkan kepada nenek moyang mereka yang bernama Saljuk ibn
Tukak (Dukak). Ia merupakan salah seorang anggota suku Ghuzz yang berada di
Klinik, dan akhirnya menjadi kepala suku Ghuzz yang dihormati dan dipatuhi
perintahnya.
Kehancuran Bani Saljuk merupakan tonggak
kehancuran Daulah Abbasiyah,karena
fakta sejarah menyebutkan bahwa setelah kehancuran Bani Saljuk, munculdinasti-dinasti kecil tetapi tidak lagi terikat
dengan Daulah Abbasiyah.
Dari latar belakang di atas dapat kita bahas
pada makalah ini dan untuk dapat lebih memahami empat bahasan yaitu dinasti Ghaznawiyah, dinasti
Buwaihi, Dinasti Saljuk, dan kemunduran serta kehancuran Daulah Abbasiyah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah itu Dinasti Ghazbawiyah?
2.
Apakah itu Dinasti Buwaihi?
3.
Apakah itu Dinasti Saljuk?
4.
Bagaimana kemuduran dan kehancuran Daulah Abbasiyah?
C.
Tujuan Masalah
1.
Dapat mengetahui Dinasti Ghazbawiyah
2.
Dapat mengetahui Dinasti Buwaihi
3.
Dapat mengetahui Dinasti Saljuk
4.
Dapat mengetahui kemunduran dan kehancuran Daulah Abbasiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dinasti Ghaznawiyah (977 M – )
1. Wilayah dinasti Ghaznawiyah
Wilayah dinasti Ghaznawiyah meliputi
Iran bagian timur, Afganistan, Pakistan dan beberapa wilayah bagian India.
Pusat pemerintahannya di kota GhaznaAfganistan. Dinasti inilah yang mampu
menembus sampai ke India menyebarkan agama Islam, menghancurkan berhala
menggantikan kuil dengan masjid dan mampu berjaya sampai kurang lebih 220
tahun.
2. Pendiri Dinasti Ghaznawiyah
Pendiri dinasti Ghaznawiyah adalah
Sabaktakin keturunan alptakin bangsa Turki, salah seorang pendiri kerajaan
kecil di bawah naungan kerajaan bani Saman yang sedang berjaya. Pada tahun 961
M Raja bani Saman Abd Malik bin Nuh, mengangkat Alptakin menjadi Gubernur di
Hirrah, Barat Laut Afganistan. Jabatan ini berakhir ketika rajanya meninggal
dunia dan digantikan oleh Mansur bin Nuh. Oleh karena itu Alptakin bersama anak
buahnya pergi menuju Ghazna dan menguasai wilayah itu pada tahun 962 M, dan
menjadikan Ghazna sebagai basis perlawanan menghadapi Mansur bin Nuh.
3. Penguasa Dinasti Ghaznawiyah
Setelah Alptakin wafat digantikan oleh salah satu
keturunanya yaitu Sabaktakin. Ia menjadi penguasa dinasti Ghaznawiyah pada
tahun 977 M. Pada awalnya ia memiliki Khurasan sebagai hadiah dari raja Samani
Nuh bin Mansur atas jasanya berhasil memadamkan pemberontakan di Transoxiana.
Setelah menguasai Persi, Sabaktakin menguasai Pesyawar, kemudian Kabul dan
wilayah India. Setelah berjuang selama 20 tahun Sabaktakin meninggal pada tahun
997 M. Walaupun berasal dari bangsa Turki namun ia dapat menyatukan kedua
bangsa Turki dan Afganistan karena sama sama satu madhab yaitu ahlu sunnah wal
jamaah.
Sabaktakin digantikan oleh putranya, Mahmud yang bergelar Mahmud Ghaznawi pada tahun 999 M, tetapi masih mengatasnamakan dinasti Samani sehingga ketika di Balkan terjadi pemberontakan terhadap dinasti Samani, Mahmud membantu Abd Malik bin Mansur raja Samani. Pada tahun 1004 M, Muntasir dinasti Samani terakhir mati terbunuh, kemudian Mahmud Ghaznawi secara resmi memperoleh pengakuan dari Khalifah Abasiyah Al-Qadir dan digelari Yamin al-Daulah .
Sabaktakin digantikan oleh putranya, Mahmud yang bergelar Mahmud Ghaznawi pada tahun 999 M, tetapi masih mengatasnamakan dinasti Samani sehingga ketika di Balkan terjadi pemberontakan terhadap dinasti Samani, Mahmud membantu Abd Malik bin Mansur raja Samani. Pada tahun 1004 M, Muntasir dinasti Samani terakhir mati terbunuh, kemudian Mahmud Ghaznawi secara resmi memperoleh pengakuan dari Khalifah Abasiyah Al-Qadir dan digelari Yamin al-Daulah .
Pemerintahan Mahmud Ghaznawi banyak
diwarnai denga peperangan sebagai upaya memperluas wilayah kekuasannya terutama
ke India. Pada tahun 1001 M Mahmud menaklukkan Kabul, Multan dan Kasmir. Di
setiap daerah penaklukkan, ajaran Brahmanisme dikikis dan diganti dengan ajaran
Islam. Tahun 1006 menguasai Punjab, Kangra, Balujistan, Delhi, Mathura,
Kalijar, Sind, Makran, Kirman, Surat dan terakhir Gujarat. Untuk menmgendalikan
kekuasaannya di India Mahmud mengangkat seorang gubernur yang berkedudukan di
LahorePenaklukan India memerlukan waktu 24 tahun.
4. Peradaban Islam di dinasti Ghaznawiyah
a. Mahmud Ghaznawi adalah orang yang
ahli dalam ilmu peperangan, pembangunan dan pengembangan ilmu.pecinta ilmu dan
sangat menghormati sarjana
b. Kota Ghaznah bukan saja sebagai
tempat pertahanan tetapi juga tempat berkumpulnya para ahli hukum, ulama,
fuqaha, para ahli bahasa, tasawuf dan falsafah
c. Mahmud membangun istana di
Afghan, Shal, membangun taman Sad Hasan, Istana Fazuri, membangun masjid yang
megah dan indah di Ghazna yang terkenal dengan nama Arus al-Falaq, membangun
sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan.
d. Mahmud membangun kandang besar berkapasitas
1000 ekor binatang
e. Mas`ud bin Mahmud membangun
masjid yang megah dirancang sendiri pada tahun 1035 – 1036 M,
f. Dalam pengembangan ilmu, ia
menghimpun para sarjana dan pujangga mereka ditempatkan di istananya, dibiayai
dan didukung untuk mengembangkan ilmu dan penyelidikan ilmu, diantaranya adalah
Al-Biruni dan Al-Firdausi.
g. Al-Biruni nama lengkapnya Abu al-Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, keturunan Iran. Lahir tahun 973 M di kota Kath , ibu kota Khawarizm, daerah Amu Darya sebelah selatan pantai laut Aral. Usia 24 tahun di kampung halamannya belajar kepada Abu Nasr Mansur bin Ali bin Irak Jilani(ahli matematika). Pernah tinggal di istana bani Saman pada masa Mansur II bin Nuh pada tahun 997 – 999 M, kemudian menetap di Jurja, ke Rayy dekar Teheran dan sejak itu al-Biruni mengeluarkan karya karyanya.
g. Al-Biruni nama lengkapnya Abu al-Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, keturunan Iran. Lahir tahun 973 M di kota Kath , ibu kota Khawarizm, daerah Amu Darya sebelah selatan pantai laut Aral. Usia 24 tahun di kampung halamannya belajar kepada Abu Nasr Mansur bin Ali bin Irak Jilani(ahli matematika). Pernah tinggal di istana bani Saman pada masa Mansur II bin Nuh pada tahun 997 – 999 M, kemudian menetap di Jurja, ke Rayy dekar Teheran dan sejak itu al-Biruni mengeluarkan karya karyanya.
• Dialah sarjana pertama yang
menemukan teori Perputaran bumi pada porosnya yang mengelilingi matahari, 600
tahun sebelum Galileo lahir.
• Al-Biruni lah yang menetapkan
bahwa ketiga sudut dari segitiga besarnya 180 drajat.
• Al-biruni juga yang menetapkan
dasar dasar ilmu ukur sudut.
• Di bidang astronomi ia dapat
menemukan arah kiblat shalat secara cepat.
• Pada masa Mahmud Ghaznawi ,
al-Biruni ikut serta dalam ekspedisi militer ke India yang kemudian
menghasilkan kitab Tarikh al-hind
• Al-Biruni mempersembahkan kitab
karya utamanya al-Qanun al-Mas`udi fi al-haya wa an-Nujum kitab, ensiklopedi
astronomi terlengkap yang mencakup antronomi, geografi, astrologi, dan beberapa
matematika bangsa Greek, India, Babilonia, dan Persia.
• Kitab al-Jamahir fi Ma`rifat
al-Jawahir (pengetahuan tentang batu permata) adalah Risalah mengenai
mineralogi yang ditulis semasa Sultan Maudud bin Mas`ud
• Al-Biruni juga menulis abstraksi
mengenai geometri, astronomi, aritmatika, dan astrologi pada kitab Tafhim li
Awa`il sina`at at-Tanjim.
• Al-Biruni juga sangat ahli di
bidang kedokteran farmasi, fisika, sejarah, geografi, kronologi, bahasa,
pengamat adat istiadat dan seorang ulama besar pada zamannya.
h. Al-Firdausi (w 1020 M) adalah
tokoh kebangkitan sastra Persia, ia penyair dari Tus atas dorongan bani Samani
dan Mahmud Ghaznawi menyusun suatu epik Persia terkenal yang disebut Shah Nameh
yang telah mulai digarap oleh penyair lain bernama Daqiqi yang mati
terbunuh.Shah nemeh memuat kisah para raja dari legenda awal termasuk kerajaan
Sasania. Dia juga mendorong perkembangan seni arsitektur dan seni seni lainnya.
i. Pada masa Mahmud dan Mas`ud
tercatat ada beberapa ilmuwan seperti Bin al-Arraqi , bin al-Khammar,
al-Marasyi (w 420 H), al-Utby ( w 427 H), dan al-Baihaqi, ketiganya penulis
sejarah al-Furrakhi, al-Asyadi (penyair dalam bahasa Persi), dan penyair Arab
terkenal Badi` al-Zaman al-Hamdani.
Sayang setelah Mas`ud bin Mahmud, sultan sultan Ghaznawiyah tidak ada yang kuat sehingga dinasti Ghaznawiyah mengalami kemunduran, melemah dan hancur.
Sayang setelah Mas`ud bin Mahmud, sultan sultan Ghaznawiyah tidak ada yang kuat sehingga dinasti Ghaznawiyah mengalami kemunduran, melemah dan hancur.
B. Sejarah
Berdirinya Dinasti Buwaihi
Dinasti ini berdiri dan menunjukkan
eksistensinya pasca dinasti Saljuk. Ada beberapa riwayat tentang asal usul
dinasti Buwaihi. Pertama, Buwaihi berasal dari keturunan seorang
pembesar yaitu Menteri Mahr Nursi. Kedua, Buwaihi adalah keturunan
Dinasti Dibbat, suatu dinasti di Arab. Ketiga, Buwaihi adalah keturunan
raja Persia. Keempat, Buwaihi berasal dari nama seorang laki-laki miskin
yang bernama Abu Syuja’ yang hidup di negeri Dailam. Negeri yang terletak di
Barat daya Laut Kaspia dan telah tunduk pada kekuasaan Islam sejak masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab. Nampaknya pendapat keempat ini yang
dianggap mendekati kebenaran.
Periode Buwaihi dimulai pada tahun
320H/932 M sampai tahun 447 H/1055 M. masyarakat Buwaihi merupakan suku Dailami
yang berasal dari kabilah Syirdil Awandan dari dataran tinggi Jilan sebelah
selatan laut Kaspia. Profesi mereka yang terkenal adalah sebagai tentara,
khususnya infantri bayaran. Mereka adalah penganut syiah yang dikenal kuat dan
keras serta memiliki kebebasan yang tinggi. Perkenalan mereka dengan syiah
diawali dengan pengungsian golongan ‘Aliyyah yang ditindas oleh Bani Abbasyiyah
pada tahun 791 M. Al-Hasan ibn Zaid seorang kalangan ‘Aliyyah menyebarkan syiah
di wilayah Dailam dan mendirikan sebuah kerajaan ‘Aliyyah yang independent di
Dailam dan Jilan. Al-Hasan ibn Zaid kemudian digantikan oleh saudaranya Abu
‘Abdullah Muhammad ibn Zaid.
Kehadiran bani Buwaihi berawal dari
tiga orang putra Abu Ayuja Buwaihi yang berprofesi sebagai pencari ikan yang
tinggal di daerah Dailam, yaitu:
- ‘Ali ibn Buwayh yang oleh Khalifah al-Mustakfi digelar sebagai ‘Imad al-Daulah.
- Hasan ibn Buwaihi bergelar Rukn al-Daulah.
- Ahmad ibn Buwaihi bergelar Mu’iz al-Daulah.
Sejarah mencatat bahwa Mardawij ibn
Ziyar al-Jilli pendiri dinasti Ziyariyah, di Thabaristan dan Jurjan, bersekutu
dengan Buwaihi. Persekutuan ini dimungkinkan karena Mardawij memiliki rasa
kepersiaan yang kuat sedangkan kalangan Buwaihi sendiri, khususnya Rukn
al-Daulah sangat terpengaruh dengan gagasan kepersiaannya. Karena prestasi
mereka, Mardawij mengangkat Ali menjadi gubernur al-Karaj, dan dua saudaranya
diberi kedudukan penting lainnya. Dari al-Karaj itulah ekspansi kekuasaan Bani
Buwaihi bermula.
Pertama-tama Ali berhasil menaklukkan
daerah-daerah di persia dan menjadikan Syiraz sebagai pusat pemerintahan.
Sayangnya dalam perkembangan selanjutnya Mardawij mengandalkan pasukannya yang
berkebangsaan Turki dalam kemiliteran, yang akhirnya pada tahun 935 M ia
dibunuh oleh anggota pasukannya sendiri. Dengan kematian Mardawij, kalangan
Buwaihi kemudian menyebar dan menyusun pasukan militernya sendiri sehingga
mereka menjadi kuat dan akhirnya berhasil memiliki kekuasaan di Fars, Kirman,
dan Khuzistan. Seiring dengan ini, kekuatan politik Khalifah Abbasyiyah menurun
tajam dan praktis kekuasaan politik yang riil berada di tangan panglima
tertinggi (amir al-umara’).
Sepeninggal Mardawij, bani Buwaihi
yang bermarkas di Syiraz dan berhasil menaklukkan beberapa daerah di Persia,
seperti Ray, Isfahan, dan daerah-daerah Jabal. Ali berusaha mendapat legalisasi
dari khalifah Abbasyiyah al-Radi Billah dan mengirim sejumlah uang untuk
perbendaharaan negara. Ia berhasil mendapatkan legalitas itu. Kemudian, ia
melakukan ekspansi ke Irak, Ahwaz, dan Wasith. Dari sini, tentara Buwaihi
menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan di pusat pemerintahan. Ketika Baghdad
sedang dilanda kekisruhan politik, akibat perbuatan jabatan amir al-umara antara
wazir dan pemimpin militer. Para pemimpin militer meminta bantuan kepada Ahmad
ibn Buwaihi yang berkedudukan di Ahwaz. Permintaan itu dikabulkan. Ahmad dan
pasukannya tiba di Baghdad pada tahun 945 M. Ia disambut baik oleh khalifah dan
langsung diangkat menjadi amir al-umara, penguasa politik negara dengan
gelar Mu’iz al-Daulah. Saudaranya Ali yang memerintah bagian selatan dengan
pusatnya di Syiraz, diberikan gelar Imad al-Daulah dan Hasan yang memerintah di
bagian utara, Isfahan dan Ray, dianugerahi gelar Rukn al-Daulah. Sejak itu,
sebagaimana terhadap pemimpin militer Turki sebelumnya, para khalifah tunduk
kepada Bani Buwaihi.
Saat pemerintahan berada di tangan
khalifah al-Radi, kendali atas politik dan keamanan secara efektif berada di
tangan panglima tertinggi. Sejarah mencatat bahwa panglima tertinggi dijabat
oleh orang yang silih berganti. Pada saat jabatan ini dipangku oleh Ahmad ibn
Buwaihi, peletakan dasar dan pembangunan kekuasaannya dilakukan di daerah
Ahwaz, Bashrah dan Wasith dan melakukan persekutuan dengan pihak luar, yakni
Baridiyah dan Hamdaniyah. Kendali panglima tertinggi atas pemerintahan begitu
kuat, sehingga pengangkatan dan pemberhentian khalifah juga berada di tangan
mereka. Dari penjelasan di atas, menurut pengamatan penulis terdapat berbagai
faktor yang mendukung kemunculan dinasti Buwaihi, antara lain:
- Kekuasaan khalifah telah melemah dan mengandalkan panglima perangnya. Dengan demikian, Irak berada di bawah kendali amir al-umara.
- Perpecahan dalam kerajaan Abbasyiyah. Pada tahun 935 M, kerajaan Islam yang berada di bawah kekuasaan dinasti Abbasyiyah terpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil.
- Kemewahan hidup melanda para pembesar kerajaan.
- Perselisihan di masyarakat ibukota Baghdad.
a.
Perkembangan Dinasti Buwaihi
Pemerintahan Dinasti Buwaihi periode
pertama dipegang oleh Mu’iz al-Daulah. Sejak zaman ini, otoritas kepemimpinan
khalifah sangat terbatas. Namun Buwaihi tidak berusaha melenyapkan
kekhalifahan. Keberadaan khalifah hanya sebagai simbol untuk mendapat simpati
publik. Serta mengakui sebuah ide bahwa hak mereka untuk memerintah bergantung
pada keabsahan khalifah.
Pada masa ini mulai diperbaiki
kerusakan-kerusakan yang diderita Baghdad dari kerusuhan-kerusuhan selama
belasan tahun terakhir. Atas keberhasilan memulihkan situasi ini, al-Mustakfi
menyerahkan kekuasaan keuangan kepada Mu’iz dan nanti namanya dicetak pada mata
uang logam.
Mu’iz menurunkan al-Mustakfi dari
singgasana dan menggantinya dengan al-Muti’ yang memang sebelumnya telah
menjadi saingan al-Mustakfi. Tindakan ini lebih didasari atas keinginan untuk
lebih menguasai pemerintahan, karena dalam hal ini al-Mustakfi tidak sejalan
dengan Mu’iz. Mu’iz memerintah lebih dari dua puluh tahun. Sementara
saudara-saudaranya di timur memperluas daerah kekuasaan. Pada tahun 932 M,
suatu usaha dari kaum Qaramithah dan Omami untuk merebut Basrah, dipukul mundur
oleh tentara Buwaihi.
Pada pemerintahan Adud al-Daulah
mulai dilakukan upaya-upaya persatuan atas wilayah kekuasaan Irak, Persia
selatan dan Oman. Dinasti Buwaihi periode ini telah menjalankan suatu kebijakan
yang sangat ekspasionis, di Barat terhadap Hamdaniyah al-Jazirah dan Zijariyah
Thabaristan, Samaniyah Khurasan. Pada pemerintahan Adud al-Daulah inilah
Dinasti Buwaihi di Baghdad mengalami masa keemasan, sebagai pusat pemerintahan
Baghdad, Adud al-Daulah berhasil mempersatukan semua penguasa Buwaihiyah.
Pemerintahan Adud al-Daulah sangat
menaruh perhatian terhadap perkembangan berbagai disiplin ilmu. Kedekatannya
dengan para ilmuwan saat itu menjadikan loyalitas mereka terhadap pemerintahan
sangat tinggi. Istana pemerintahan pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan
para ilmuwan saat itu. Bahkan pada masa itu dibangun rumah sakit terbesar, yang
terdiri dari 24 orang dokter, dan digunakan juga sebagai tempat praktek
mahasiswa kedokteran saat itu.
Sebagai penganut Syi’ah Dua belas,
dinasti Buwaihi banyak menghidupkan syiar Syiah. Kendati mereka berbuat
demikian, Khalifah Abbasyiyah tetap dibiarkan meneruskan kepemimpinan simbolis
bagi Umat Islam. Di antara tindakan penguasa Buwaihi yang menguntungkan
kelompok syiah adalah pengadaan upacara keagamaan syiah secara publik,
pendirian pusat-pusat pengajaran syiah di berbagai kota, termasuk Baghdad dan
pemberian dukungan terhadap para pemikir dan penulis Syiah. Memang masa
kekuasaan dinasti Buwaihi adalah bersamaan dengan bermulanya masa “ketidakhadiran
agung” (al-ghaibah al-kubra) Imam ke 12. Dan saat itu pula, terjadi
kristalisasi penting dalam periode pembentukan madzhab syiah.
Periode Buwaihi diwarnai dengan
kegiatan penulisan. Para pemikir penting, di samping pakar-pakar teori Syiah,
sempat menuliskan ide-ide mereka. Bahkan Ibn Sina, seorang filosof dan dokter
diberi kepercayaan menjadi wazir oleh Samsy al-Daulah yang berkuasa di Isfahan.
Tercatat pula serentetan penulis kenamaan dari berbagai disiplin ilmu, upamanya
Ibn Nadhim, seorang ensiklopedis dengan bukunya al-Fihris, ibn Maskawaih,
seorang filosof-sejarawan menulis Tajarib al-Umam, Abu al-Farah al-Isfahani,
seorang sejarawan-sastrawan menulis al-Agani, dan Abu al-Wafa al-Nasawi, pakar
matematik, memperkenalkan sistem angka India ke dalam Islam. Di samping itu,
berbagai aktivitas ilmiah dan kemanusiaan juga digalakkan dengan dibangunnya
peneropong bintang dan rumah-rumah sakit di berbagai kota.
Sebagaimana telah dimulai pada
masa-masa awal dinasti Buwaihi dalam memperbaiki kerusakan perekonomian yang
beberapa dekade sebelumnya mengalami kerusakan, berupa melakukan perbaikan
beberapa saluran irigasi dan mengambil tanah-tanah yang ditinggalkan
pemiliknya. Sistem administrasi keuangan sangat berkaitan erat dengan
organisasi militer, seperti juga pada periode Mu’iz pertama kali berkuasa.
Pemerintahan Adud didasarkan pada metode-metode birokratik perpajakan dan
sejumlah pembayaran untuk kebutuhan istana dan militer. Staf pemerintahan pusat
mengumpulkan pendapatan negara dari daerah-daerah kekuasaan dan membayar
pejabat negara dan tentara yang mengabdi kepada negara secara kontan dengan
pembayaran di muka. Konsep ini lazimnya disebut dengan distribusi iqtha’, yaitu
sebuah mekanisme untuk mensentralisasikan pengumpulan dan pengeluaran atas
pendapatan negara dan pada dasarnya hak tanah iqtha’ hanya diberikan
berdasarkan syarat pengadian militer dan hanya berlaku sebatas kehidupan orang
yang sedang menjabat.
b.
Peristiwa Penting Pada Masa Dinasti Buwaihi
Selama masa pemerintahan dinasti
Buwaihi tercatat beberapa peristiwa penting, yaitu:
- Baghdad dan Siraz; kedudukan Baghdad sebagai ibukota dari segi politik dan agama. Di zaman dinasti Buwaihi, Baghdad telah kehilangan kepentingannya dari segi politik yang mana telah berpindah ke Syiraz, tempat bermukimnya Ali bin Buwaih yang bergelar Imad al-Daulah. Pengaruh Baghdad dari segi agama juga semakin pupus, disebabkna perselisihan madzhab di antara khalifah-khalifah dari dinasti Buwaihi. Pertikaian ini telah melumpuhkan sama sekali pengaruh rohaniah yang selama ini dinikmati oleh khalifah.
- Ikhwanus Shafa. Di zaman ini muncul kumpulan Ikhwanus Shafa yang mengamalkan berbagai falsafah dan hikmah yang dikatakan bersumber dari mereka.
- Negeri-negeri yang memisahkan diri. Semasa berada di puncak kekuasaan, dinasti Buwaihi telah menyatukan kembali sebagian wilayah Islam yang telah memisahkan diri dari pemerintahan Khalifah Abbasyiyah. Tetapi ketika kekuasaan dinasti Buwaihi mulai merosot, banyak pula dari kerajaan yang memisahkan diri dari pemerintahan khalifah Abbasyiyah, diantaranya kerajaan Imran bin Syahin di Batinah, kerajaan Najahiyah di Yaman, kerajaan ‘Uqailiyah di Mausil, kerajaan Kurd di Diar Bakr, kerajaan Mirdasiyah di Aleppo, kerajaan Samaniyah di seberang sungai dan di Khurasan dan kerajaan Saktikiyah di Ghaznah.
- Perselisihan madzhab; ajaran Islam tiba di Dailam melalui kaum Syiah yang diwakili oleh Hasan bin Zaid, kemudian oleh al-Hasan bin Ali al-Atrusy. Sedangkan masyarakat Baghdad ketika itu beraliran sunni. Terlebih ketika khalifah al-Qadir berusaha menentang faham syiah.
c.
Kemunduran Dinasti Buwaihi
Setelah mengalami masa kejayaan,
maka akhirnya dinasti Buwaihi mengalami kemunduran. Kemunduran dinasti Buwaihi
disebabkan berbagai faktor sebagai berikut:
- Sistem pemerintahan yang semula didasarkan pada kekuatan militer, belakangan diorganisir menjadi sebuah rezim yang lebih setia terhadap pimpinan mereka atas kekayaan dan kekuasaan daripada setia terhadap negara.
- Konsep ikatan keluarga yang menjadi kekuatan dinasti Buwaihi pada masa-masa awal, tidak bisa dibina lagi pada masa-masa selanjutnya. Konflik antar anggota keluarga menjadikan lemahnya pemerintahan di pusat.
- Pertentangan antara aliran-aliran keagamaan. Sebagaimana diketahui bahwa dinasti Buwaihi adalah penyebar madhzab syiah yang sungguh bersemangat, dibalik kebanyakan rakyak Baghdad yang bermadzhab sunni. Pertentangan tersebut pada periode awal dinasti tidak begitu nampak, terutama pada masa Adud al-Daulah, kemudian mulai menajam kembali dan mengalami puncak pada akhir dinasti Buwaihi di Baghdad. Hal ini tidak terlepas dari peran dan kebijakan khalifah al-Qadir yang mengepalai pertempuran sunni melawan syiah dan berusaha mengorganisir sebuah misi sunni untuk menjadi praktek keagamaan. Melalui sebuah pengumuman yang resmi, ia menjadikan Hanbalisme sebagai madzhab muslim yang resmi.
- Kekalahan yang telak dari Bani Saljuk yang berakibat jatuhnya pemerintahan dinasti Buwaihi ke tangan Tugril Beg, yang sekaligus mengakhiri masa pemerintahan dinasti Buwaihi.
Bagaimanapun keberhasilan dinasti
Buwaihi memang tidak bertahan lama. Sejak kematian Adud al-Daulah pada tahun
983M, keutuhan keluarga Buwaihi terus mengalami erosi dan perpecahan. Ide
kerjasama yang dikembangkan generasi pertama rupanya tidak mengakar,
cabang-cabang keluarga tidak puas dengan otonomi yang dinikmati bahkan ada yang
menginginkan kekuasaan tunggal atas seluruh wilayah Buwaihi. Mungkin tandensi
demikian merupakan perkembangan natural dari upaya-upaya individu Buwaihi dalam
menghadapi perubahan dan tantangan eksternal. Misalnya pada perempat akhir abad
ke-10, dinasti Fatimiyah muncul sebagai ancaman langsung terhadap pengaruh
Buwaihi di Barat dan Selatan. Di Persia dan Arabia Timur ancaman masing-masing
datang dari Samaniyah kemudian Ghaznawiyah dan Qaramithah.
Juga posisi wilayah Buwaihi yang
strategis bagi perdagangan antara timur dan Barat serta selatan dan utara,
kemudian telah dilemahkan oleh politik perdagangan fatimiyah yang agresif lewat
laut merah. Peranan teluk Persia yang pernah dominan menjadi semakin pudar.
Kurang berkembangnya pertanian akibat sistem perpajakan yang tidak efisien dan
eksploitatif, serta turunnya volume perdagangan jelas melemahkan sistem ekonomi
dinasti Buwaihi.
C. Dinasti
saljuk
1.
Sejarah Pembentukan Dinasti Saljuk
Bangsa Turki Saljuk merupakan kelompok
bangsa Turki yang berasal dari suku Ghuzz. Dinasti Saljuk dinisbatkan kepada
nenek moyang mereka yang bernama Saljuk ibn Tukak (Dukak). Ia merupakan salah
seorang anggota suku Ghuzz yang berada di Klinik, dan akhirnya menjadi kepala
suku Ghuzz yang dihormati dan dipatuhi perintahnya. Terdapat dua versi tentang
terbentuknya komunitas Turki Saljuk, Ibn sl-Athir sebagaimana dikutip oleh
Syafiq A. Mughni menyebutkan, ketika raja Turki yang bernama Beighu ingin
menguasai wilayah kerajaan Islam, Tukak menentangnya dan akhirnya ia memisahkan
diri dengan para pengikutnya dan membentuk suatu komunitas terpisah dari
kerajaan. Versi kedua adalah Saljuk ibn
Tukak memisahkan diri dari kerajaan bersama para pengikutnya dan memasuki
wilayah Islam dengan mendirikan pemukiman di dekat daerah Jand di mulut sungai
Jaihun.
Bangsa
Turki Saljuk adalah pemeluk Islam yang militan. Masyarakat Turki Saljuk memeluk
Islam diperkirakan jauh sebelum mereka memasuki daerah Jand, tetapi kemungkinan
besar mereka memeluk agama Islam setelah terjadinya interaksi sosial dengan
masyarakat Islam di Jand itu sendiri. Beberapa sarjana berkebangsaan Rusia
mengatakan bahwa masyarakat Turki Saljuk memeluk Islam setelah mereka memeluk
agama Kristen, dengan melihat nama anak-anak Saljuk yang memiliki kemiripan
dengan nama-nama yang ada di dalam kitab Injil, yaitu Mikail, Musa, Israil, dan
Yunus. Akan tetapi kemungkinan ini sulit diterima, terutama setelah melihat dan
mempelajari tradisi yang ada pada mereka. Perkembangan Dinasti Saljuk dibantu
oleh situasi politik di wilayah Transoksania. Pada saat itu terjadi persaingan
politik antara dinasti Samaniyah dengan dinasti Khaniyyah.Ketika dinasti
Samaniyah dikalahkan oleh dinasti Ghaznawiyah, Saljuk menyatakan memerdekakan
diri. Ia berhasil mengusai wilayah yang tadi dikusai oleh Samaniyyah.
Setelah
Saljuk bin Tukak meninggal, kepemimpinan bani Saljuk dipimpin oleh Israil ibn
Saljuk yang juga dikenal dengan nama Arslan. Pada masa ini wilayah kekuasaan
bani Saljuk sudah semakin luas hingga daerah Nur Bukhara (Nur Ata) dan sekitar
Samarkhan. Setelah itu diteruskan oleh Mikail, sedangkan ketika itu dinasti
Ghaznawiyah dipipin oleh sultan Mahmud. Kareana kelicikan penguasa Ghaznawiyah,
kedua pemimpin dinasti Saljuk ini ditangkap dan dibunuh sehingga mengakibatkan
lemahnya kekuasaan Saljuk.
Pada
periode berikutnya Saljuk dipimpin oleh Thugrul Bek. Ia berhasil mengalahkan
Mahmud al-Ghaznawi, penguasa Ghaznawiyah pada tahun 429 H / 1036 M dan
memaksanya meninggalkan daerah Khurasan, setelah keberhasilan tersebut, Thugrul
memproklamirkan berdirinya dinasti Saljuk. Pada tahun 432 H / 1040 M dinasti
ini mendapat pengakuan dari khalifah Abbasiyah di Baghdad. Disaat kepemimpinan
Thugrul Bek inilah, dinasti Saljuk memasuki Baghdad menggantikan dinasti
Buwaihi. Sebelumnya Thugrul berhasil merebut daerah Marwa dan Naisabur dari
kekuasaan Ghaznawi, Balkh, Jurjan, Tabaristan, Khawarizm, Ray dan Isfahan.Pada
tahun ini juga Thugrul Bek mendapat gelar dari khalifah Abbasiyah dengan Rukh
al-Daulah Yamin Amir al-Muminin.
2. Imperium
Saljuk dibagi menjadi beberapa cabang:
a. Saljuk AgungSetelah dipilih
sebagai pemimpin imperium Saljuk, Thugril Bek merencanakan dua hal
b. Melakukan
konsolidasi kekuatan militer yang dianggap menentang kekuasaan saljuk
c. Memperluas
kekuasaan
Daerah
kekuasaan Saljuk Agung meliputi Ray, Jabal, Irak, Persia dan Ahwaz. Setelah
berhasil mengalahkan dinasti Ghaznawi dan menduduki singgasana kerajaan di
Naisabur di bawah pimpinan Thugrul Bek saat itulah dia dianggap sebagai Dinasti
Saljuk yang sebenarnya. Setelah menduduki jabatan sultan (1038 – 1063 M) dan
secara resmi mendapat pengakuan dari kekhalifahan Abbasiyah. Selama memegang
kekuasaan, Thugrul Bek menggalang persatuan yang kuat dengan saudara-saudaranya
dengan memberikan kepada mereka wilayah kekuasaan tertentu. Pada tahun 1050 –
1051 M ia berhasil merebut Isfahan dan menghancurkan kekuatan Daylamah di
Persia. Kemenangan Thugrul Bek lebih gemilang ketika Hamadan pada tahun 1055 M
dapat dikuasai.
Thugrul Bek herhasil memperluas wilayahnya dengan merebut Jurjan, Thabaristan,
Rayy, Qazwin dan Zunian hingga menguasai hampir seluruh wilayah Iran, dan
kemudian memindahkan ibukotanya ke Rayy.
Sementara bintang kaum Saljuk mulai terang, bintang Bani Buwaihi mula redup
dan pudar. Keadaan-keadaan yang timbul semakin mempercepat lagi kaum Saljuk
tiba di Baghdad. Pada waktu itu Baghdad mulai rusuh, kondisi politik mulai kacau, keamanan tidak stabil akibat
terjadinya perebutan kekuasaan untuk jabatan amir al-umara. Malik
ar-Rahim sebagai amir al-umara dari Bani Buwaihi saat itu dikhianati oleh panglimanya sendiri
Arselan al-Basasiri (keturunan Turki). Panglima Turki ini telah
memberontak menentang rajanya dan khalifah Abbasiyah,
Serta mencoba berkuasa penuh.Al-Basasiri mencoba menjalin berbagai
persekutuan, dan dari waktu ke waktu dia berada pada posisi yang kuat. Tindakannya yang paling penting ialah menyatakan
tunduk kepada khalifah Fatimiyah di
Mesir untuk menggulingkan khalifah al-Qaim, dan sebagai imbalannya
menerima sejumlah uang.
Al-Basasiri pernah berhasil menguasai Baghdad dan memaksa khalifah menandatangani dokumen yang menyatakan dirinya turun tahta
serta tidak adanya hak bagi Dinasti Abbasiyah
atasnya, dan menyerahkannya kepada khalifah Fatimiyah
al-Muntansir. Ia juga diharuskan mengirimkan lambang kekhalifahan, termasuk
mantel dan peninggalan-peninggalan suci lainnya. Al-Basasiri menguasai istana
selama lebih kurang satu tahun. Untuk menghadapi permasalahan ini
khalifah al-Qaim meminta pertolongan Thugrul Bek, pemimpin Saljuk dan Thugrul Bek mengambil kesempatan yang baik ini
untuk memimpin bala tentaranya masuk
ke Baghdad pada tahun 1055 M. Pasukan Bani Saljuk berhasil mengusir
al-Basasiri dan kursi kekhalifahan diserahkan kembali kepada al-Qaim, Kemudian al-Qaim memberi gelar Yamin
Amirul Mukminin serta meletakkan
raja Malik ar-Rahim di bawah kekuasaannya, bahkan kemudian putri khalifah di
nikahi oleh Thugrul Bek dan diboyongnya ke Rayy. Thugrul Bek dengan
segera menangkap raja Malik ar-Rahim dan memenjarakannya sebagai tawanan di
Rayy sampai wafat pada tahun 1058 M dan
akhirnya Bani Saljuk bisa menguasai Baghdad.
Setahun kemudian Thugrul Bek meninggal dunia tepatnya pada tanggal 8 Ramadhan
455 H/ 1062 M dan kursi kekuasaannya digantikan oleh Alp-Arselan (455-465 H/ 1063-1072 M), kemenakannya yang tertua
karena Thugrul Bek tidak mempunyai anak laki-laki.
Setelah menjadi sultan Saljuk, Alp-Arselan mencoba melakukan konsolidasi
dan ekspansi wilayah kekuatan politik Saljuk . Ia menjadikan kota Rayy sebagai ibu kota kesultanan Saljuk, sebagaimana pada masa
pemerintahan Thugrul Bek. Alp-Arselan
melakukan ekspedisi militer ke wilayah Transoksania untuk mengkonsolidasi wilayah tersebut dan berusaha memisahkan
diri dibawah pimpinan Musa Beghu, pamannya sendiri.
Setelah melakukan konsolidasi internal kekuasaan
Saljuk dengan menundukkan Musa Beghu dan Quthlumisy ibn Chaghri Bek, ia mulai melakukan ekspansi ke wilayah di
luar wilayah Islam, sehingga banyak penaklukan pada masanya dinyatakan sebagai jihad fi-sabilillah untuk meninggikan
bendera Islam.
Dalam melancarkan misi politiknya dalam rangka ekspansi wilayah alp-Arselan menjadikan silaturrahmi dalam bentuk perkawinan.
Ia mengawinkan putranya Malik Syah
dengan putri Tumghaj Khan, penguasa kerajaan Khanniyah dan putranya yang lain dengan putri Ibrahim al-Ghaznawi.
Hal ini dilakukannya untuk menambah kekuatannya
menghadapi kekuatan Romawi.
Konfrontasi antara Saljuk dengan Romawi terjadi pada bulan Agustus 1071 M
di Manzikart. Pada pertempuran itu dimenangkan oleh tentara Saljuk, maka dipandanglah Dinasti Saljuk sebagai dinasti
pertama yang memperoleh kekuasaan permanen kekaisaran Romawi. Dengan kemenangan itu Ramailus Diogenus
(pemimmpin pasukan Byzantium) selama 50 tahun harus membayar jizyah
kepada kesultanan Saljuk. Tujuan alp-Arselan
menjalin hubungan dengan Byzantium agar
Saljuk lebih mudah mengembangkan kekuatan politiknya dan meraih program
besar, yaitu menyatukan dunia Islam ke dalam khilafah Islam Sunni.
Pada akhir masa pemerintahan Alp-Arselan, hubungan kesultanan Saljuk dengan kesultanan Ghaznawi mulai memburuk karena kematian
Tumghaj Khan. Anak Tumghaj, Syams
al-Din Nashir berkeinginan menakhlukkan kesultanan Saljuk. Pada pemberontakan tersebut Alp-Arselan terbunuh
dan kedudukannya sebagai Sultan Saljuk digantikan oleh
anaknya Malik Syah.
Malik Syah (1072-1092M) naik tahta menggantikan ayahnya dan iadibantu oleh wazir Nidham al-Mulk yang sudah
berhubungan dengan ayahnyaketika dia
masih menjabat sebagai Gubernur Khurasan. Pada awalnya iamenjadikan Nisapur sebagai ibukota Saljuk, tetapi
kemudian memindahkannya ke Rayy, ibukota yang lama. Setelah ia naik
tahta, ia melakukan tiga hal: pertama, melakukan sentralisasi kekuasaan politik, kedua, menjaga wilayah yang
diwariskan oleh ayah dankakeknya, dan ketiga,
memperluas wilayah politik kesultanan Saljuk ke hampir seluruhwilayah Islam.
Selama
pemerintahan Malik Syah perbatasan timur kemaharajaan berhasil dipertahankan bahkan diperluas: yaitu para penguasa
lokal di daerah-daerah ini dipaksa mengakui keunggulan Malik Syah dan
mengirimkan upeti. Setelah beberapa waktu berlalu
hubungan antara Malik Syah, denganNidham
al-Mulk memburuk dan puncaknya adalah terbunuhnya Nidham al-Mulk.Tidak lama setelah kematian wazir Nidham al-Mulk,
pada tanggal 15 Syawal 485 H / 1092 M, sultan Malik Syah juga wafat.
Posisi Malik Syah, digantikan oleh putra tertuanya
Rukn al-Din Barqyaruk.
3. Saljuk Irak (1118 – 10924 M)
Setelah wafatnya Malik Syah pada tahun 1117
M, mulailah munculperpecahan
diantara kerabat Saljuk. Perpecahan tersebut ditandai dengan munculnya kesultan kecil di wilayah Saljuk Raya
dan berusaha memisahkan diri dari kekuasaan
Saljuk Raya di Iran. Di wilayah Irak Mahmud adalah penguasa pertama kali memisahkan diri. Ia melepaskan diri dari kekuasaanpamannya, sultan Sanjar, melalui pertempuran.
Pemisahan wilayah Irak secaraindependen
dari kekuasaan Saljuk Raya akhirya dipenuhi dengan menjadikanMahmud sebagai waliyal-ahd untuk wilayah
yang sama, dengan gelar sultan di depan namanya. Akan tetapi dia tetap
memerintah di Irak atas nama pamannya, Sanjar,
meskipun pada saat yang sama ia merupakan sultan bagi bangsa Saljuk diIrak.
Sepeninggal
Mahmud, gelar sultan jatuh kepada putranya Dawud (1131-1131), Thugril II
(1132-1134), Mas'ud ( 1134-1152). Malik Syah II (1152 – 1153 ), Muhammad II
(1153-1159), Sulaiman Syah (1159-1161), Arselan Syah (1161-1175) dan
Thugrul III (1175-1194).
Hampir
keseluruhan penguasa Saljuk di Irak menduduki
puncak kekuasaanpada usia yang sangat
muda, Mahmud umpamanya, ketika menjadi sultan SaljukIrak, ia masih berusia 13 tahun. Karna itu,
penguasa Saljuk Irak hampir dapatdikatakanhanyalah
sebagai Penguasa simbolik. Sedangkan
secara politikkekuasaan para sultan berada di tanganatabeg(bapak
asuh)dan amir yang mengelilingi sultan dan mengendalikan administrasi
pemerintahan dengan sekehendak hatinya.
4. Saljuk Syiria
Nenek moyang kelompok ini adalah Tajuddaulah Tutusy bin
Alp-Arselanyang telah mulai
memerintah Syam pada tahun 470 H/ 078
M atas perintahMaliksyah yang
memberinya wilayah kekuasaan di Damaskus dan sekitarnya.Tutusy berhasil
meluaskan pengaruhnya ke halep (Aleppo), ar-Raha ( Rayy), Harran
(Turki). Azerbaijan dan Hamada sebagai batu loncatan untuk menguasai Iran. Kareananya, Tutusy terlibat peperangan dengan
Rukn al-Din Barqyaruk,kemenakannya.
Barqyaruk tidak kuasa membendung Tutusy dan ia melarikan dirike Isfahan untuk
meminta bantuan saudaranya Nashir al-Din Mahmud. AkhimyaTutusy di
bunuh keponakannya pada sebuah pertempuran besar dekat Rayy pada tanggal
7 Safar 488 H / 1095 M.
5. Saljuk Kirman (1041-1186
M)
Keturunan Saljuk di Kirman disebut juga Qawurtiyun. Sebutan
tersebut diambil dari pendiri
kerajaan Saljuk di wilayah ini, yaitu 'Imad al-Din Kara Arsela Qawurt ibn Chaghri Bek dawud ibn Mikail. Sedangkan
kaitan dengan DinastiSaljuk adalah
bahwa Qawurt adalah saudara Alp-Arselan ibnn Chaghri Bek yang pergi ke
Kirman dengan kelompok Guzz, sekitar tahun 1041 M.
Beberapa
tahun kemudian ia telah menduduki ibu kota Bardasir dan berhasil mendirikan pemerintahan di daerah Persia. Setelah
merasa kuat, Qawurt menunjukkan sikap menentang terhadap kekuasaan
saudaranya Alp-Arselan tetapi kemudian surut kembali setelah merasakan
keunggulan Alp-Arselan.
Sewaktu Malik Syah naik tahta, Qawurt mencoba
menggulingkannya karnamerasa
lebih berhak atas tahta itu. Ia menyiapkan tentara yang besar menuju Rayyunuk memerangi kemenakannya. tetapi Malik
Syah mencegat diHamadan danberhasil membunuhnya (466/1074M). Malik Syah mengangkat Sultan Syah bin Qawurt sebagai penguasa Kirman sampai tahun 477 H/ 1084 M.
Selanjutnya tahta kesultanan yang dipegang oleh Turan Syah (1084-1097 M), Iran Syah
(1097-1100), Arslan Syah (1101-1142 M), Muhammad (1142-1156 M) dan
Thugrul Syah (1156-1169).
Sepeninggal Thugrul Syah, tercatat kalau
Saljuk Kirman memiliki tiga orang sultan yang masing-masing mengklaim bahwa dia
adalah pengusa tertinggi. Mereka adalah
Bahramsyah. Arslan II dan Turan Syah II. Akibatnya, Saljuk Kirman dibagi
menjadi tiga wilayah, tetapi di antara ketiga penguasa tersebut, Turan Syah
memilik kekuatan paling besar. Setelah Turan
Syah meninggal pada tahun 579 H/ 1183 M), ia digantikan oleh Muhammad
Syah ibn Bahrain Syah (1183-1186 M).
Kehancuran Saljuk Kirman disebabkan oleh kedatangan raja-raja
Guzz. yang kemudian berhasil menguasai
kesultanan. Bahkan akhirnya dapatmenurunkan sultan terakhir, yakni Muhammad Syah (582 H/1186M). Mulai tahun
berikutnya (583 H/1187 M) wilayah Kirman menjadi kekuasaan kelompok Guzz dengan
rajanya Malik Dinar.
6. Saljuk Rum / Asia Kecil
Saljuk Roma berkuasa sekitar 220 tahun, dengan jumlah
kesultanan kurang lebih 14 orang.
Asal usul keturunan mereka berasal dari moyangnya Abu al-Fawaris Qutulmisy bin
Israil bin Saljuk, yang diangkat sebagai penguasa di daerah al-Mawsil (Mousul, Irak), Diyar Bakr dan Syam pada
masa penaklukan yang pertama.
Setelah mangkatnya Thrugrul Bek pada 455 H/1063 M dan naiklah
Alp-Arselan, ia melakukan
pemberontakan karna merasa lebih berhak atas jabatan itu. Tetapi ia berhasil di bunuh Alp-Arselan. Atas campur tangan Nizam
al-Mulk, keluarga ini selamat
dari penghancuran total, hanya saja penguasanya tidak diperkenankan memakai
gelar amir.
Selanjutnya,
pimpinan pemerintahan kemudian di pegang oleh Sulaiman bin Qutlumisy yang diberi wewenang mcnguasai Asia
Kecil atas perkenanan dari Malik Syah.
Nama Sulaiman makin terkenal setelah berhasil merebut Antakiyah pada
tahun 477 H/ 1085 M dari tangan orang-orang Philaterus, Armenia.
Sulaiman terlibat peperangan dengan Tutusy yang berakhir dengan kematiannya.
Meskipun masa pemerintahan Sulaiman diwarnai oleh banyak penaklukan. Ada dua hal yang perlu dicatat dalam sejarah, yaitu: pertama,
bangsa Armenia yang tertekan
akibat tekanan keagamaan Byzantium, mendapatkan kebebasan beragama pada masa Sulaiman bin Quthlumusy. Kedua,
tidak lama Setelah ia naik tahta,
ia membagikan tanah kepada para petani yang belum memiliki tanah. Tanah ini dahulunya merupakan milik pejabat Byzantium.
Kebijakan ini memberikan
konstribusi penting bagi kehidupan sosial yang harmonis dan mengeliminasi
munculnya aristokrasi para pemilik tanah.
Setelah Sulaiman
ibn Quthlumisy wafat. Malik Syah kemudian mengangkat anak Sulaiman Qilij Arslan I, ia
menjalin hubungan dengan kaisar Byzantium sehingga ia memiliki kebebasan
melebarlan pengaruh ke wilayah sebelah timur. Kemudian
Qilij kembali ke ibu kota untuk mempertahankannya dari serangan tentara
Salib. Ketika kota ini jatuh ketangan tentara Salib, Qilij Arslan I memindahkan ibukota ke Kenya. Setelah itu menjalin
kerja sama dengan kaisar Byzantium dalam melawan tentara salib. Dalam
pertempuran hebat dengan tentara Saljuk Raya di sungai Khabur, Qilij terbunuh.
Secara kronologis para penguasa Saljuk Roma adalah sebagai berikut: Sulaiman
bin Quthlumusy, Qilij Arslan I (1086-1107 M), Malik Syah dan Mas'ud (1107-1155
M), Qilij Arslan II (1156-1192 N1),
Rukhnudin Sulaiman II (1196-1204 M), Qilij Arslan III dun Giyasuddin
Kaikhusraw (1204-1210 M), Izzuddin Kaikhusraw
I (1210-1219 M), Alaudin Kaikobad (1219-1237 M), Izzuddin Kaikhusraw II (1237-1245 M), Izzudin Kaikhusraw III (1246-1256 M
), Rukhnuddin Qilij Arslan IV (1237-1266 M), Giyasuddin Kaikhusraw III
(1266-1282), Giyasuddir, Mas'ud II
dm Alaudin Kaikobad II (1282 -1302 M).
Turki Saljuk di Anomalia mencapai masa kejayaannya pada petnerintahan Alaudin Kaikobad ( 1219-1237 M ). Ketika itu kawasan Asia
berada dalam ancaman penakhlukan
bangsa mongol ia membangun tembok yang melindungi kota Kenya. Dia mempekerjakan
armada lautnya dengan membangun industry kapal
di Kolonoros.
Kesultanan
Saljuk ini dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Dinasti Saljuk yang lain meskipun terjadi banyak
pertentangan intern. Kehancuran dinasti Saljuk Asia kecil diawali dengan masuknya orang-orang Mongol yang lama kelamaan dapat mengusai pemerintahan, dan akhirnya
mampu merebut kesultanan dihawah pimpinan Gaza Khan.
7. Kemajuan yang dicapai Dinasti Saljuk
a. Bidang
Ilmu Pengetahuan
Pada masa pemerintahan Alp-Arselan, ilmu
pengetahuan mulai berkembang dan mengalami kemajuan pada masa pemerintahan
Malik Syah bersama perdana mentrinya Nizham al-Mulk. Nizam al-Mulk inilah yang
memprakarsai beridirinya Universitas Nizhamiyah (1065 M) dan madrasah Hanafiyah
di Baghdad. Nizham al-Mulk ini adalah seorang yang ahli dalam berbagai disiplin
ilmu, seperti ilmu agama, pemerintahan dan ilmu pasti.
Pada
masa Malik syah inilah lahir ilmuan-ilmuan muslim seperti al-Zamakhsyari dalam
bidang tafsir, bahasa dan theology, al-Qusyairi dalam bidang tafsir, Abu Hamid
al-Ghazali dalam bidang theology, Farid al-Din al-Aththar dan Umar Kayam dalam
bidang sastra dan matematika.
b.
Bidang Politik dan Pemerintahan
Pada
masa pemerintahan Dinasti Saljuk, mereka mengembalikan jabatan wazir yang
sebelumnya ditukar dengan khatib oleh Dinasti Buwaihi. Di samping itu, mereka
melakukan ekspansi ke daerah-daerah yang berada di sekitar wilayah kekuasaannya
seperti Jurjan, Tabaristan, Rayy, Qazwain, Zanjan, bahkan hamper mengusai
seluruh wilayah Iran, Wilayah Irak Barat, Kirman, Kurzistan dan Oman.
Puncaknya
pada masa pemerintahan alp-Arselan, kekuasaan dinasti Saljuk sampai ke Asia
Barat, yaitu daerah Bizantium sebagai pusat kebudayaan Romawi, Perancis,
Armenia, Guzz dan al-Akhraj. Dalam ekspansi ini terjadi peristiwa yang
dinamakan dengan manzikart (1071 M), di mana Raja Romawi Romanus Drogenes
memerintahakan tentaranya untuk menentang tentara alp-Arselan dan mendengar
pernyataan tersebut membakar semangat perang kaum Saljuk sebagai wujud
mempertahankan harga diri dan kaumnya.
c. Bidang
Pembangunan Fisik
Kaum Dinasti Saljuk sangat suka dan gemar pada bangunan-bangunan
besardan megah,
ukiran-ukiran yang cantik dan gambar-gambar yang dipenuhihiasan. Karena begitu senangnya dengan karya
seni, sulthan-sulthanmemberikan
perlindungan dan perhatian terhadap hasil karya seni sertamemberikan motivasi kepada penciptanya untuk terus berkarya.
Bangunan yang banyak dibangun adalan jalan-jalan, mesjid
jembatan dansaluran irigasi. Bahkan pada
masa alp-Arselan dilakukan pemugaran bentengBukhara
dan tembok Madinah dan mendirikan sebuah mesjid yang megahdengan dua mahligai
yang besar di Samarkhan, kemudian salah satu mahligaitersebut dijadikan
sekolah.
D. Kemunduran dan Kehancuran Daulah Abbasiyah
Kehancuran Bani Saljuk merupakan tonggak kehancuran Daulah
Abbasiyah,karena fakta sejarah
menyebutkan bahwa setelah kehancuran Bani Saljuk, munculdinasti-dinasti kecil tetapi tidak lagi terikat dengan Daulah Abbasiyah.
Penulisakan memaparkan beberapa penyebab yang melatar belakangi
kehancuran DaulahAbbasiyah ini.
a. Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam perioderisasi khilafah Abbasiyah, masa
kemundurandimulai
sejak periode kedua. Namur demikian, faktor-faktor penyebabkemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba.
Benih-benihnya sudah terlihat padaperiode pertama, hanya karena khalifah pada
periode ini sangat kuat, benih-benihitu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihatbahwa apabila khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepalapegawai
sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur
rodapemerintahan.Disamping kelemahan
khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafahAbbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor
tersebut saling berkaitan satusama lain. Beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut.
b. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang
bersekutu dengan orangorang Persia. Persekutuan dilatar belakangi
oleh persamaan nasib keduagolongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya
sama-samatertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas
tetapmempertahankan
persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebabdinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia
daripada orang-orang Arab.Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan
Bani Umayyah. Padamasa,
itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua,
orang-orang Arabsendiri
terpecah belah dengan adanya ashabiyah
(kesukuan). Dengandemikian, khilafah
Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah
tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas.
Merekamenginginkan sebuah
dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula.Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di
tubuhmereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah
bangsa,non-Arab(‘ajam) di dunia Islam.
Fanatisme
kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa.Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem
perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai
dan tentara. Adalah Khalifah Al-Mu’tashim
(218-227 H) yang memberi peluang besarkepada
bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka diangkatmenjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi
istana dan rumah dalamkota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai
tempat yang mereka diami,sehingga khalifah berikutnya menjadi boneka mereka.
Setelah
al-Mutawakkil (232-247 H), seorang khalifah yang lemah naik tahta,dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat
menentukan siapa yangdiangkat jadi
khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudahberakhir.
Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kernudiandirebut oleh
Bani Buwaihi, bangsa Persia pada periode ketiga (334-447 H), dan selanjutnya
beralih kepada Dinasti Saljuk, bangsa Turki pada periode keempat(447-590 H).
c.Munculnya
Dinasti-Dinasti Kecil yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga
masa keruntuhansangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir,Syria, Irak, Persia, Turki dan India.
Walaupun dalam kenyataannya banyakdaerah yang tidak dikuasai oleh khalifah. Secara rill daerah-daerah itu
beradadi bawah kekuasaaan
gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengankhalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.
Ada
kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuannominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karna
khalifah tidak cukupkuat untuk membuat
mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalanganpenguasa dan pelaksana
pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasaAbbasiyah lebih menitik
beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada
politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah
yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutankekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan
oleh bangsa Persia danTurki.
Akibatnya
propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggamanpenguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua
cara, pertama, seorangpemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan
berhasil memperolehkemerdekaan penuh,
seperti Daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah diMarokko. Kedua, seorang yang ditunjuk menjadi
gubernur oleh khalifah yangkedudukannya
semakin kuat, seperti Daulah Aghlabiyah
di Tunisiyah danThahiriyyah di
Khurasan.
Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekhalifahan
Baghdad pada masaKhilafah Abbasiyah, di
antaranya adalah:
1.
Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di
Khurasan (205-259 H), Shafariyah
di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H),Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H),
Buwaihiyyah, bahkan menguasaiBaghdad (320-447).
2.
Yang berbangsa. Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H),
Ikhsyidiyah diTurkistan (320-560 H),
Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), DinastiSaljuk dan
cabang-cabangnya.
3.
Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H),Ayubiyah
(564-648 H).
4. Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 H),
Aghlabiyyah diTunisia (180-289 H), Dulafiyah
di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah diTabaristan (250-316 H), Hamdaniyah
di Aleppo dan Maushil (317-394 H),Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah
di Maushil (386-489 H),Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
5. Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah
diMesir.
a. Kemerosotan
Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan
pemerintahanyang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitulmal penuh
dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutamadalam bidang pertanian, perdagangan dan
industri. Tetapi setelah memasukimasa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduranyang drastis.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini,
pendapatan negaramenurun
sementara pengeluaran meningkat. Menurunnyapendapatan negara itu disebabkan
oleh makin menyempitnya wilayahkekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomianrakyat. Diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil
yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti sedangkan
pengeluaranmembengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan
pejabatsemakin mewah. jenis pengeluaran makin
beragam dan para pejabatmelakukan korupsi.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian
negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk
memperlemah kekuatanpolitik
dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tidakterpisahkan.
b.
Munculnya
Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk
menjadipenguasui,
maka kekecewaan itu mendorong sebagian merekamempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme
dan Mazdakisme.Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan zindiq ini menggoda rasakeimanan para khalifah.
Khalifah Al-Manshur berusaha keras
memberantasnya, beliaujuga memerangi Khawarij
yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. Setelah al-Manshur wafat digantikan oleh
putranya Al-Mandi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan
beliaumendirikan jawatan khusus untuk
mengawasi kegiatan mereka sertamelakukan
mihnah dengan tujuan memberantas
bid’ah. Akan tetapi, semua itutidak
menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengangolongan zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang
sangat sederhana sepertipolemik
tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkandarah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan
Qaramithah adalah contohkonflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut,
pendukungnya banyak berlindung dibalik
ajaran Syi’ah, sehingga banyak aliran Syi’ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut
Syi’ah sendiri. AliranSyi’ah memang
dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapandengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering
tejadi konflik yangkadang-kadang juga
melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil misalnya,memerintahkan agar makam
Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namunanaknya, al-Muntashir (861-862 M),
kembali memperkenankan orang syi’ah “menziarahi” makam Husein tersebut.Syi’ah
pernah berkuasa di dalamkhilafah
Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. DinastiIdrisiyah di
Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinastiSyi’ah yang
memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran
Islam lainnya seperti perselisihanantara Ahlusunnah dengan Mu’tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma’mun,khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833
M), dengan menjadikanmu’tazilah sebagai
mazhab resmi negara dan melakukan mihnah.
Pada masaal-Mutawakkil (847-861 M), aliran
Mu’tazilah dibatalkan sebagai aliran negaradan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu’tazilah
bangkitkembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Saljuk yangmenganut paham Asy’ariyyah penyingkiran golongan
Mu’tazilah mulaidilakukan secara
sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy’ariyahtumbuh subur dan
bedaya.
c.
Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan
faktor-faktor internal kemundurandan kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yangmenyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhimya hancur.
d.
Perang
Salib
Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah
200.000 orang dari pasukan Alp-Arselan yang hanya
berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benihpermusuhan dan kebencian orang-orang
kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk
yang menguasai Baitul Maqdismenerapkan
beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang
Kristen yang ingin berziarah ke sana. Pada tahun 1095M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen
Eropa untukmelakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama
Perang Salib. Perang salib yang berlangsung
dalam beberapa gelombang atau peride telahbanyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelahmelakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M
mereka berhasil menguasaiNicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan
kota Tyre.
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan
tentara Mongol. Disebutkanbahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islamkarena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen
Nestorian.Gereja-gereja Kristen berasosiasi
dengan orang-orang Mongol yang anti Islamitu dan diperkeras di
kantong-kantong ahlulkitab. Tentara
Mongol, setelahmenghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki
Yerussalem.
e.
Serangan
Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berak-himya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah.
Sebuahkawasan terjauh di China. Terdiri dari
kabilah-kabilah yang kemudiandisatukan
oleh Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Baduisahara yang dikenal keras kepala dan suka
berlaku jahat.
Sebagai awal penghancuran Baghdad dan
Khilafah Islam, orang-orangMongolia
menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan jugamenguasai Asia kecil.Pada bulan September 1257 M,
Hulagu mengirimkanultimatum kepada
khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kotasebelah luar diruntuhkan. Tetapi khalifah tetap
enggan memberikan jawaban.Maka pada
Januari 1258 M, pasukan Hulagu bergerang untuk menghancurkantembok
ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base camp pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin danfuqaha
juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagumengzinkan pasukannya untuk melakukan apa saja di
Baghdad. Merekamenghancurkan kota,
dan membakamya. Pembunuhan berlangsungselama 40 hari dengan jumlah
korban sekitar dua juta orang.
Perlu juga disebutkan disini peran busuk yang
dimainkan oleh seorang Syi’iRafidhah
yaitu Ibn ‘al-Qami, menteri al-Mu’tashim, yang bekerjasama denganorang-orang Mongolia dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Berdasakan gambaran di atas
masyarakat muslim di Sisilia dan pada masa dinasti Ghaznawiyah mempunyai
peradaban tinggi tidak berbeda dengan zaman pemerintahan Abbasiyah dan
Andalusia dalam memperkaya Khazanah Peradaban umat Islam. Kisah di Sisilia
memberikan banyak pelajaran bagi kita. Kaum muslimin menaklukkan pulau tersebut
setelah terjadinya konflik internal di kalangan orang-orang Kristen Celakanya,
kesalahan yang sama juga dilakukan oleh pihak muslim di Sisilia. Mereka
berpecah belah karena panasnya politik maupun karena konflik madhab dan aliran
akibatnya Sisilia dikuasai oleh orang Kristen dan celakanya orang kristen
menguasai peninggalan buku buku ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari ilmuwan
muslim. Sepertinya raja-raja Kristen di Sisilia memahami betul bahwa ilmu
pengetahuan merupakan kekuatan yang luar biasa bagi sebuah peradaban. Siapa yang
menguasai ilmu pengetahuan, maka peradabannya akan mampu bertahan lebih lama
dan langgeng.
Kisah dinasti Ghaznawiyah tidak jauh berbeda dengan Islam di Sisilia. Konflik internal sangat berpengaruh terhadap kekuatan sebuah pemerintahan. Patut disayangkan karena kehancurannya akibat dari kaumnya sendiri dan terlalu lama bangun dari keterpurukannya.
Kisah dinasti Ghaznawiyah tidak jauh berbeda dengan Islam di Sisilia. Konflik internal sangat berpengaruh terhadap kekuatan sebuah pemerintahan. Patut disayangkan karena kehancurannya akibat dari kaumnya sendiri dan terlalu lama bangun dari keterpurukannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://alwialatas.multiply.com/journal/item/29/sisilia-dua-abad-keemasan-di-bawah-islam-bagian-1
Republika.co.id
http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Idris
Republika.co.id
http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Idris
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/12/13/dinasti-buwaihi-dan-perkembangannya/
Comments