Dinasti Ghaznawiyah (977 M – )



BABI
PENDAHULUAN 


A.    Latar Belakang 

Wilayah dinasti Ghaznawiyah meliputi Iran bagian timur, Afganistan, Pakistan dan beberapa wilayah bagian India. Pusat pemerintahannya di kota Ghazna Afganistan. Dinasti inilah yang mampu menembus sampai ke India menyebarkan agama Islam, menghancurkan berhala menggantikan kuil dengan masjid dan mampu berjaya sampai kurang lebih 220 tahun.
Dan menunjukkan eksistensinya pada pasca dinasti Saljuk ada beberapa riwayat tentang asal usul dinasti Buwaihi. Pertama, Buwaihi berasal dari keturunan seorang pembesar yaitu Menteri Mahr Nursi. Kedua, Buwaihi adalah keturunan Dinasti Dibbat, suatu dinasti di Arab. Ketiga, Buwaihi adalah keturunan raja Persia. Keempat, Buwaihi berasal dari nama seorang laki-laki miskin yang bernama Abu Syuja’ yang hidup di negeri Dailam.
Dari Pembentukan Dinasti Saljuk Bangsa Turki Saljuk merupakan kelompok bangsa Turki yang berasal dari suku Ghuzz. Dinasti Saljuk dinisbatkan kepada nenek moyang mereka yang bernama Saljuk ibn Tukak (Dukak). Ia merupakan salah seorang anggota suku Ghuzz yang berada di Klinik, dan akhirnya menjadi kepala suku Ghuzz yang dihormati dan dipatuhi perintahnya.
Kehancuran Bani Saljuk merupakan tonggak kehancuran Daulah Abbasiyah,karena fakta sejarah menyebutkan bahwa setelah kehancuran Bani Saljuk, munculdinasti-dinasti kecil tetapi tidak lagi terikat dengan Daulah Abbasiyah.
Dari latar belakang di atas dapat kita bahas pada makalah ini dan untuk dapat lebih memahami empat bahasan yaitu dinasti Ghaznawiyah, dinasti Buwaihi,  Dinasti Saljuk, dan kemunduran serta kehancuran Daulah Abbasiyah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah itu Dinasti Ghazbawiyah?
2.      Apakah itu Dinasti Buwaihi?
3.      Apakah itu Dinasti Saljuk?
4.      Bagaimana kemuduran dan kehancuran Daulah Abbasiyah?

C.     Tujuan Masalah
1.      Dapat mengetahui Dinasti Ghazbawiyah
2.      Dapat mengetahui Dinasti Buwaihi
3.      Dapat mengetahui Dinasti Saljuk
4.      Dapat mengetahui kemunduran dan kehancuran Daulah Abbasiyah?





BAB II
PEMBAHASAN


A. Dinasti Ghaznawiyah (977 M – )

1. Wilayah dinasti Ghaznawiyah
Wilayah dinasti Ghaznawiyah meliputi Iran bagian timur, Afganistan, Pakistan dan beberapa wilayah bagian India. Pusat pemerintahannya di kota GhaznaAfganistan. Dinasti inilah yang mampu menembus sampai ke India menyebarkan agama Islam, menghancurkan berhala menggantikan kuil dengan masjid dan mampu berjaya sampai kurang lebih 220 tahun.

2. Pendiri Dinasti Ghaznawiyah
Pendiri dinasti Ghaznawiyah adalah Sabaktakin keturunan alptakin bangsa Turki, salah seorang pendiri kerajaan kecil di bawah naungan kerajaan bani Saman yang sedang berjaya. Pada tahun 961 M Raja bani Saman Abd Malik bin Nuh, mengangkat Alptakin menjadi Gubernur di Hirrah, Barat Laut Afganistan. Jabatan ini berakhir ketika rajanya meninggal dunia dan digantikan oleh Mansur bin Nuh. Oleh karena itu Alptakin bersama anak buahnya pergi menuju Ghazna dan menguasai wilayah itu pada tahun 962 M, dan menjadikan Ghazna sebagai basis perlawanan menghadapi Mansur bin Nuh.

3. Penguasa Dinasti Ghaznawiyah
Setelah Alptakin wafat digantikan oleh salah satu keturunanya yaitu Sabaktakin. Ia menjadi penguasa dinasti Ghaznawiyah pada tahun 977 M. Pada awalnya ia memiliki Khurasan sebagai hadiah dari raja Samani Nuh bin Mansur atas jasanya berhasil memadamkan pemberontakan di Transoxiana. Setelah menguasai Persi, Sabaktakin menguasai Pesyawar, kemudian Kabul dan wilayah India. Setelah berjuang selama 20 tahun Sabaktakin meninggal pada tahun 997 M. Walaupun berasal dari bangsa Turki namun ia dapat menyatukan kedua bangsa Turki dan Afganistan karena sama sama satu madhab yaitu ahlu sunnah wal jamaah.
Sabaktakin digantikan oleh putranya, Mahmud yang bergelar Mahmud Ghaznawi pada tahun 999 M, tetapi masih mengatasnamakan dinasti Samani sehingga ketika di Balkan terjadi pemberontakan terhadap dinasti Samani, Mahmud membantu Abd Malik bin Mansur raja Samani. Pada tahun 1004 M, Muntasir dinasti Samani terakhir mati terbunuh, kemudian Mahmud Ghaznawi secara resmi memperoleh pengakuan dari Khalifah Abasiyah Al-Qadir dan digelari Yamin al-Daulah .
Pemerintahan Mahmud Ghaznawi banyak diwarnai denga peperangan sebagai upaya memperluas wilayah kekuasannya terutama ke India. Pada tahun 1001 M Mahmud menaklukkan Kabul, Multan dan Kasmir. Di setiap daerah penaklukkan, ajaran Brahmanisme dikikis dan diganti dengan ajaran Islam. Tahun 1006 menguasai Punjab, Kangra, Balujistan, Delhi, Mathura, Kalijar, Sind, Makran, Kirman, Surat dan terakhir Gujarat. Untuk menmgendalikan kekuasaannya di India Mahmud mengangkat seorang gubernur yang berkedudukan di LahorePenaklukan India memerlukan waktu 24 tahun.

4. Peradaban Islam di dinasti Ghaznawiyah
a. Mahmud Ghaznawi adalah orang yang ahli dalam ilmu peperangan, pembangunan dan pengembangan ilmu.pecinta ilmu dan sangat menghormati sarjana
b. Kota Ghaznah bukan saja sebagai tempat pertahanan tetapi juga tempat berkumpulnya para ahli hukum, ulama, fuqaha, para ahli bahasa, tasawuf dan falsafah
c. Mahmud membangun istana di Afghan, Shal, membangun taman Sad Hasan, Istana Fazuri, membangun masjid yang megah dan indah di Ghazna yang terkenal dengan nama Arus al-Falaq, membangun sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan.
d. Mahmud membangun kandang besar berkapasitas 1000 ekor binatang
e. Mas`ud bin Mahmud membangun masjid yang megah dirancang sendiri pada tahun 1035 – 1036 M,
f. Dalam pengembangan ilmu, ia menghimpun para sarjana dan pujangga mereka ditempatkan di istananya, dibiayai dan didukung untuk mengembangkan ilmu dan penyelidikan ilmu, diantaranya adalah Al-Biruni dan Al-Firdausi.
g. Al-Biruni nama lengkapnya Abu al-Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, keturunan Iran. Lahir tahun 973 M di kota Kath , ibu kota Khawarizm, daerah Amu Darya sebelah selatan pantai laut Aral. Usia 24 tahun di kampung halamannya belajar kepada Abu Nasr Mansur bin Ali bin Irak Jilani(ahli matematika). Pernah tinggal di istana bani Saman pada masa Mansur II bin Nuh pada tahun 997 – 999 M, kemudian menetap di Jurja, ke Rayy dekar Teheran dan sejak itu al-Biruni mengeluarkan karya karyanya.
• Dialah sarjana pertama yang menemukan teori Perputaran bumi pada porosnya yang mengelilingi matahari, 600 tahun sebelum Galileo lahir.
• Al-Biruni lah yang menetapkan bahwa ketiga sudut dari segitiga besarnya 180 drajat.
• Al-biruni juga yang menetapkan dasar dasar ilmu ukur sudut.
• Di bidang astronomi ia dapat menemukan arah kiblat shalat secara cepat.
• Pada masa Mahmud Ghaznawi , al-Biruni ikut serta dalam ekspedisi militer ke India yang kemudian menghasilkan kitab Tarikh al-hind
• Al-Biruni mempersembahkan kitab karya utamanya al-Qanun al-Mas`udi fi al-haya wa an-Nujum kitab, ensiklopedi astronomi terlengkap yang mencakup antronomi, geografi, astrologi, dan beberapa matematika bangsa Greek, India, Babilonia, dan Persia.
• Kitab al-Jamahir fi Ma`rifat al-Jawahir (pengetahuan tentang batu permata) adalah Risalah mengenai mineralogi yang ditulis semasa Sultan Maudud bin Mas`ud
• Al-Biruni juga menulis abstraksi mengenai geometri, astronomi, aritmatika, dan astrologi pada kitab Tafhim li Awa`il sina`at at-Tanjim.
• Al-Biruni juga sangat ahli di bidang kedokteran farmasi, fisika, sejarah, geografi, kronologi, bahasa, pengamat adat istiadat dan seorang ulama besar pada zamannya.
h. Al-Firdausi (w 1020 M) adalah tokoh kebangkitan sastra Persia, ia penyair dari Tus atas dorongan bani Samani dan Mahmud Ghaznawi menyusun suatu epik Persia terkenal yang disebut Shah Nameh yang telah mulai digarap oleh penyair lain bernama Daqiqi yang mati terbunuh.Shah nemeh memuat kisah para raja dari legenda awal termasuk kerajaan Sasania. Dia juga mendorong perkembangan seni arsitektur dan seni seni lainnya.
i. Pada masa Mahmud dan Mas`ud tercatat ada beberapa ilmuwan seperti Bin al-Arraqi , bin al-Khammar, al-Marasyi (w 420 H), al-Utby ( w 427 H), dan al-Baihaqi, ketiganya penulis sejarah al-Furrakhi, al-Asyadi (penyair dalam bahasa Persi), dan penyair Arab terkenal Badi` al-Zaman al-Hamdani.
Sayang setelah Mas`ud bin Mahmud, sultan sultan Ghaznawiyah tidak ada yang kuat sehingga dinasti Ghaznawiyah mengalami kemunduran, melemah dan hancur.


B.     Sejarah Berdirinya Dinasti Buwaihi
Dinasti ini berdiri dan menunjukkan eksistensinya pasca dinasti Saljuk. Ada beberapa riwayat tentang asal usul dinasti Buwaihi. Pertama, Buwaihi berasal dari keturunan seorang pembesar yaitu Menteri Mahr Nursi. Kedua, Buwaihi adalah keturunan Dinasti Dibbat, suatu dinasti di Arab. Ketiga, Buwaihi adalah keturunan raja Persia. Keempat, Buwaihi berasal dari nama seorang laki-laki miskin yang bernama Abu Syuja’ yang hidup di negeri Dailam. Negeri yang terletak di Barat daya Laut Kaspia dan telah tunduk pada kekuasaan Islam sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab. Nampaknya pendapat keempat ini yang dianggap mendekati kebenaran.
Periode Buwaihi dimulai pada tahun 320H/932 M sampai tahun 447 H/1055 M. masyarakat Buwaihi merupakan suku Dailami yang berasal dari kabilah Syirdil Awandan dari dataran tinggi Jilan sebelah selatan laut Kaspia. Profesi mereka yang terkenal adalah sebagai tentara, khususnya infantri bayaran. Mereka adalah penganut syiah yang dikenal kuat dan keras serta memiliki kebebasan yang tinggi. Perkenalan mereka dengan syiah diawali dengan pengungsian golongan ‘Aliyyah yang ditindas oleh Bani Abbasyiyah pada tahun 791 M. Al-Hasan ibn Zaid seorang kalangan ‘Aliyyah menyebarkan syiah di wilayah Dailam dan mendirikan sebuah kerajaan ‘Aliyyah yang independent di Dailam dan Jilan. Al-Hasan ibn Zaid kemudian digantikan oleh saudaranya Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Zaid.
Kehadiran bani Buwaihi berawal dari tiga orang putra Abu Ayuja Buwaihi yang berprofesi sebagai pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu:
  1. ‘Ali ibn Buwayh yang oleh Khalifah al-Mustakfi digelar sebagai ‘Imad al-Daulah.
  2. Hasan ibn Buwaihi bergelar Rukn al-Daulah.
  3. Ahmad ibn Buwaihi bergelar Mu’iz al-Daulah.
Sejarah mencatat bahwa Mardawij ibn Ziyar al-Jilli pendiri dinasti Ziyariyah, di Thabaristan dan Jurjan, bersekutu dengan Buwaihi. Persekutuan ini dimungkinkan karena Mardawij memiliki rasa kepersiaan yang kuat sedangkan kalangan Buwaihi sendiri, khususnya Rukn al-Daulah sangat terpengaruh dengan gagasan kepersiaannya. Karena prestasi mereka, Mardawij mengangkat Ali menjadi gubernur al-Karaj, dan dua saudaranya diberi kedudukan penting lainnya. Dari al-Karaj itulah ekspansi kekuasaan Bani Buwaihi bermula.

Pertama-tama Ali berhasil menaklukkan daerah-daerah di persia dan menjadikan Syiraz sebagai pusat pemerintahan. Sayangnya dalam perkembangan selanjutnya Mardawij mengandalkan pasukannya yang berkebangsaan Turki dalam kemiliteran, yang akhirnya pada tahun 935 M ia dibunuh oleh anggota pasukannya sendiri. Dengan kematian Mardawij, kalangan Buwaihi kemudian menyebar dan menyusun pasukan militernya sendiri sehingga mereka menjadi kuat dan akhirnya berhasil memiliki kekuasaan di Fars, Kirman, dan Khuzistan. Seiring dengan ini, kekuatan politik Khalifah Abbasyiyah menurun tajam dan praktis kekuasaan politik yang riil berada di tangan panglima tertinggi (amir al-umara’).
Sepeninggal Mardawij, bani Buwaihi yang bermarkas di Syiraz dan berhasil menaklukkan beberapa daerah di Persia, seperti Ray, Isfahan, dan daerah-daerah Jabal. Ali berusaha mendapat legalisasi dari khalifah Abbasyiyah al-Radi Billah dan mengirim sejumlah uang untuk perbendaharaan negara. Ia berhasil mendapatkan legalitas itu. Kemudian, ia melakukan ekspansi ke Irak, Ahwaz, dan Wasith. Dari sini, tentara Buwaihi menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan di pusat pemerintahan. Ketika Baghdad sedang dilanda kekisruhan politik, akibat perbuatan jabatan amir al-umara antara wazir dan pemimpin militer. Para pemimpin militer meminta bantuan kepada Ahmad ibn Buwaihi yang berkedudukan di Ahwaz. Permintaan itu dikabulkan. Ahmad dan pasukannya tiba di Baghdad pada tahun 945 M. Ia disambut baik oleh khalifah dan langsung diangkat menjadi amir al-umara, penguasa politik negara dengan gelar Mu’iz al-Daulah. Saudaranya Ali yang memerintah bagian selatan dengan pusatnya di Syiraz, diberikan gelar Imad al-Daulah dan Hasan yang memerintah di bagian utara, Isfahan dan Ray, dianugerahi gelar Rukn al-Daulah. Sejak itu, sebagaimana terhadap pemimpin militer Turki sebelumnya, para khalifah tunduk kepada Bani Buwaihi.
Saat pemerintahan berada di tangan khalifah al-Radi, kendali atas politik dan keamanan secara efektif berada di tangan panglima tertinggi. Sejarah mencatat bahwa panglima tertinggi dijabat oleh orang yang silih berganti. Pada saat jabatan ini dipangku oleh Ahmad ibn Buwaihi, peletakan dasar dan pembangunan kekuasaannya dilakukan di daerah Ahwaz, Bashrah dan Wasith dan melakukan persekutuan dengan pihak luar, yakni Baridiyah dan Hamdaniyah. Kendali panglima tertinggi atas pemerintahan begitu kuat, sehingga pengangkatan dan pemberhentian khalifah juga berada di tangan mereka. Dari penjelasan di atas, menurut pengamatan penulis terdapat berbagai faktor yang mendukung kemunculan dinasti Buwaihi, antara lain:
  1. Kekuasaan khalifah telah melemah dan mengandalkan panglima perangnya. Dengan demikian, Irak berada di bawah kendali amir al-umara.
  2. Perpecahan dalam kerajaan Abbasyiyah. Pada tahun 935 M, kerajaan Islam yang berada di bawah kekuasaan dinasti Abbasyiyah terpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil.
  3. Kemewahan hidup melanda para pembesar kerajaan.
  4. Perselisihan di masyarakat ibukota Baghdad.
a.     Perkembangan Dinasti Buwaihi
Pemerintahan Dinasti Buwaihi periode pertama dipegang oleh Mu’iz al-Daulah. Sejak zaman ini, otoritas kepemimpinan khalifah sangat terbatas. Namun Buwaihi tidak berusaha melenyapkan kekhalifahan. Keberadaan khalifah hanya sebagai simbol untuk mendapat simpati publik. Serta mengakui sebuah ide bahwa hak mereka untuk memerintah bergantung pada keabsahan khalifah.
Pada masa ini mulai diperbaiki kerusakan-kerusakan yang diderita Baghdad dari kerusuhan-kerusuhan selama belasan tahun terakhir. Atas keberhasilan memulihkan situasi ini, al-Mustakfi menyerahkan kekuasaan keuangan kepada Mu’iz dan nanti namanya dicetak pada mata uang logam.
Mu’iz menurunkan al-Mustakfi dari singgasana dan menggantinya dengan al-Muti’ yang memang sebelumnya telah menjadi saingan al-Mustakfi. Tindakan ini lebih didasari atas keinginan untuk lebih menguasai pemerintahan, karena dalam hal ini al-Mustakfi tidak sejalan dengan Mu’iz. Mu’iz memerintah lebih dari dua puluh tahun. Sementara saudara-saudaranya di timur memperluas daerah kekuasaan. Pada tahun 932 M, suatu usaha dari kaum Qaramithah dan Omami untuk merebut Basrah, dipukul mundur oleh tentara Buwaihi.
Pada pemerintahan Adud al-Daulah mulai dilakukan upaya-upaya persatuan atas wilayah kekuasaan Irak, Persia selatan dan Oman. Dinasti Buwaihi periode ini telah menjalankan suatu kebijakan yang sangat ekspasionis, di Barat terhadap Hamdaniyah al-Jazirah dan Zijariyah Thabaristan, Samaniyah Khurasan. Pada pemerintahan Adud al-Daulah inilah Dinasti Buwaihi di Baghdad mengalami masa keemasan, sebagai pusat pemerintahan Baghdad, Adud al-Daulah berhasil mempersatukan semua penguasa Buwaihiyah.
Pemerintahan Adud al-Daulah sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan berbagai disiplin ilmu. Kedekatannya dengan para ilmuwan saat itu menjadikan loyalitas mereka terhadap pemerintahan sangat tinggi. Istana pemerintahan pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan para ilmuwan saat itu. Bahkan pada masa itu dibangun rumah sakit terbesar, yang terdiri dari 24 orang dokter, dan digunakan juga sebagai tempat praktek mahasiswa kedokteran saat itu.
Sebagai penganut Syi’ah Dua belas, dinasti Buwaihi banyak menghidupkan syiar Syiah. Kendati mereka berbuat demikian, Khalifah Abbasyiyah tetap dibiarkan meneruskan kepemimpinan simbolis bagi Umat Islam. Di antara tindakan penguasa Buwaihi yang menguntungkan kelompok syiah adalah pengadaan upacara keagamaan syiah secara publik, pendirian pusat-pusat pengajaran syiah di berbagai kota, termasuk Baghdad dan pemberian dukungan terhadap para pemikir dan penulis Syiah. Memang masa kekuasaan dinasti Buwaihi adalah bersamaan dengan bermulanya masa “ketidakhadiran agung” (al-ghaibah al-kubra) Imam ke 12. Dan saat itu pula, terjadi kristalisasi penting dalam periode pembentukan madzhab syiah.
Periode Buwaihi diwarnai dengan kegiatan penulisan. Para pemikir penting, di samping pakar-pakar teori Syiah, sempat menuliskan ide-ide mereka. Bahkan Ibn Sina, seorang filosof dan dokter diberi kepercayaan menjadi wazir oleh Samsy al-Daulah yang berkuasa di Isfahan. Tercatat pula serentetan penulis kenamaan dari berbagai disiplin ilmu, upamanya Ibn Nadhim, seorang ensiklopedis dengan bukunya al-Fihris, ibn Maskawaih, seorang filosof-sejarawan menulis Tajarib al-Umam, Abu al-Farah al-Isfahani, seorang sejarawan-sastrawan menulis al-Agani, dan Abu al-Wafa al-Nasawi, pakar matematik, memperkenalkan sistem angka India ke dalam Islam. Di samping itu, berbagai aktivitas ilmiah dan kemanusiaan juga digalakkan dengan dibangunnya peneropong bintang dan rumah-rumah sakit di berbagai kota.
Sebagaimana telah dimulai pada masa-masa awal dinasti Buwaihi dalam memperbaiki kerusakan perekonomian yang beberapa dekade sebelumnya mengalami kerusakan, berupa melakukan perbaikan beberapa saluran irigasi dan mengambil tanah-tanah yang ditinggalkan pemiliknya. Sistem administrasi keuangan sangat berkaitan erat dengan organisasi militer, seperti juga pada periode Mu’iz pertama kali berkuasa. Pemerintahan Adud didasarkan pada metode-metode birokratik perpajakan dan sejumlah pembayaran untuk kebutuhan istana dan militer. Staf pemerintahan pusat mengumpulkan pendapatan negara dari daerah-daerah kekuasaan dan membayar pejabat negara dan tentara yang mengabdi kepada negara secara kontan dengan pembayaran di muka. Konsep ini lazimnya disebut dengan distribusi iqtha’, yaitu sebuah mekanisme untuk mensentralisasikan pengumpulan dan pengeluaran atas pendapatan negara dan pada dasarnya hak tanah iqtha’ hanya diberikan berdasarkan syarat pengadian militer dan hanya berlaku sebatas kehidupan orang yang sedang menjabat.
b.     Peristiwa Penting Pada Masa Dinasti Buwaihi
Selama masa pemerintahan dinasti Buwaihi tercatat beberapa peristiwa penting, yaitu:
  1. Baghdad dan Siraz; kedudukan Baghdad sebagai ibukota dari segi politik dan agama. Di zaman dinasti Buwaihi, Baghdad telah kehilangan kepentingannya dari segi politik yang mana telah berpindah ke Syiraz, tempat bermukimnya Ali bin Buwaih yang bergelar Imad al-Daulah. Pengaruh Baghdad dari segi agama juga semakin pupus, disebabkna perselisihan madzhab di antara khalifah-khalifah dari dinasti Buwaihi. Pertikaian ini telah melumpuhkan sama sekali pengaruh rohaniah yang selama ini dinikmati oleh khalifah.
  2. Ikhwanus Shafa. Di zaman ini muncul kumpulan Ikhwanus Shafa yang mengamalkan berbagai falsafah dan hikmah yang dikatakan bersumber dari mereka.
  3. Negeri-negeri yang memisahkan diri. Semasa berada di puncak kekuasaan, dinasti Buwaihi telah menyatukan kembali sebagian wilayah Islam yang telah memisahkan diri dari pemerintahan Khalifah Abbasyiyah. Tetapi ketika kekuasaan dinasti Buwaihi mulai merosot, banyak pula dari kerajaan yang memisahkan diri dari pemerintahan khalifah Abbasyiyah, diantaranya kerajaan Imran bin Syahin di Batinah, kerajaan Najahiyah di Yaman, kerajaan ‘Uqailiyah di Mausil, kerajaan Kurd di Diar Bakr, kerajaan Mirdasiyah di Aleppo, kerajaan Samaniyah di seberang sungai dan di Khurasan dan kerajaan Saktikiyah di Ghaznah.
  4. Perselisihan madzhab; ajaran Islam tiba di Dailam melalui kaum Syiah yang diwakili oleh Hasan bin Zaid, kemudian oleh al-Hasan bin Ali al-Atrusy. Sedangkan masyarakat Baghdad ketika itu beraliran sunni. Terlebih ketika khalifah al-Qadir berusaha menentang faham syiah.
c.      Kemunduran Dinasti Buwaihi
Setelah mengalami masa kejayaan, maka akhirnya dinasti Buwaihi mengalami kemunduran. Kemunduran dinasti Buwaihi disebabkan berbagai faktor sebagai berikut:
  1. Sistem pemerintahan yang semula didasarkan pada kekuatan militer, belakangan diorganisir menjadi sebuah rezim yang lebih setia terhadap pimpinan mereka atas kekayaan dan kekuasaan daripada setia terhadap negara.
  2. Konsep ikatan keluarga yang menjadi kekuatan dinasti Buwaihi pada masa-masa awal, tidak bisa dibina lagi pada masa-masa selanjutnya. Konflik antar anggota keluarga menjadikan lemahnya pemerintahan di pusat.
  3. Pertentangan antara aliran-aliran keagamaan. Sebagaimana diketahui bahwa dinasti Buwaihi adalah penyebar madhzab syiah yang sungguh bersemangat, dibalik kebanyakan rakyak Baghdad yang bermadzhab sunni. Pertentangan tersebut pada periode awal dinasti tidak begitu nampak, terutama pada masa Adud al-Daulah, kemudian mulai menajam kembali dan mengalami puncak pada akhir dinasti Buwaihi di Baghdad. Hal ini tidak terlepas dari peran dan kebijakan khalifah al-Qadir yang mengepalai pertempuran sunni melawan syiah dan berusaha mengorganisir sebuah misi sunni untuk menjadi praktek keagamaan. Melalui sebuah pengumuman yang resmi, ia menjadikan Hanbalisme sebagai madzhab muslim yang resmi.
  4. Kekalahan yang telak dari Bani Saljuk yang berakibat jatuhnya pemerintahan dinasti Buwaihi ke tangan Tugril Beg, yang sekaligus mengakhiri masa pemerintahan dinasti Buwaihi.
Bagaimanapun keberhasilan dinasti Buwaihi memang tidak bertahan lama. Sejak kematian Adud al-Daulah pada tahun 983M, keutuhan keluarga Buwaihi terus mengalami erosi dan perpecahan. Ide kerjasama yang dikembangkan generasi pertama rupanya tidak mengakar, cabang-cabang keluarga tidak puas dengan otonomi yang dinikmati bahkan ada yang menginginkan kekuasaan tunggal atas seluruh wilayah Buwaihi. Mungkin tandensi demikian merupakan perkembangan natural dari upaya-upaya individu Buwaihi dalam menghadapi perubahan dan tantangan eksternal. Misalnya pada perempat akhir abad ke-10, dinasti Fatimiyah muncul sebagai ancaman langsung terhadap pengaruh Buwaihi di Barat dan Selatan. Di Persia dan Arabia Timur ancaman masing-masing datang dari Samaniyah kemudian Ghaznawiyah dan Qaramithah.
Juga posisi wilayah Buwaihi yang strategis bagi perdagangan antara timur dan Barat serta selatan dan utara, kemudian telah dilemahkan oleh politik perdagangan fatimiyah yang agresif lewat laut merah. Peranan teluk Persia yang pernah dominan menjadi semakin pudar. Kurang berkembangnya pertanian akibat sistem perpajakan yang tidak efisien dan eksploitatif, serta turunnya volume perdagangan jelas melemahkan sistem ekonomi dinasti Buwaihi.


C.     Dinasti saljuk
1.      Sejarah Pembentukan Dinasti Saljuk
Bangsa Turki Saljuk merupakan kelompok bangsa Turki yang berasal dari suku Ghuzz. Dinasti Saljuk dinisbatkan kepada nenek moyang mereka yang bernama Saljuk ibn Tukak (Dukak). Ia merupakan salah seorang anggota suku Ghuzz yang berada di Klinik, dan akhirnya menjadi kepala suku Ghuzz yang dihormati dan dipatuhi perintahnya. Terdapat dua versi tentang terbentuknya komunitas Turki Saljuk, Ibn sl-Athir sebagaimana dikutip oleh Syafiq A. Mughni menyebutkan, ketika raja Turki yang bernama Beighu ingin menguasai wilayah kerajaan Islam, Tukak menentangnya dan akhirnya ia memisahkan diri dengan para pengikutnya dan membentuk suatu komunitas terpisah dari kerajaan.  Versi kedua adalah Saljuk ibn Tukak memisahkan diri dari kerajaan bersama para pengikutnya dan memasuki wilayah Islam dengan mendirikan pemukiman di dekat daerah Jand di mulut sungai Jaihun.
Bangsa Turki Saljuk adalah pemeluk Islam yang militan. Masyarakat Turki Saljuk memeluk Islam diperkirakan jauh sebelum mereka memasuki daerah Jand, tetapi kemungkinan besar mereka memeluk agama Islam setelah terjadinya interaksi sosial dengan masyarakat Islam di Jand itu sendiri. Beberapa sarjana berkebangsaan Rusia mengatakan bahwa masyarakat Turki Saljuk memeluk Islam setelah mereka memeluk agama Kristen, dengan melihat nama anak-anak Saljuk yang memiliki kemiripan dengan nama-nama yang ada di dalam kitab Injil, yaitu Mikail, Musa, Israil, dan Yunus. Akan tetapi kemungkinan ini sulit diterima, terutama setelah melihat dan mempelajari tradisi yang ada pada mereka. Perkembangan Dinasti Saljuk dibantu oleh situasi politik di wilayah Transoksania. Pada saat itu terjadi persaingan politik antara dinasti Samaniyah dengan dinasti Khaniyyah.Ketika dinasti Samaniyah dikalahkan oleh dinasti Ghaznawiyah, Saljuk menyatakan memerdekakan diri. Ia berhasil mengusai wilayah yang tadi dikusai oleh Samaniyyah.
Setelah Saljuk bin Tukak meninggal, kepemimpinan bani Saljuk dipimpin oleh Israil ibn Saljuk yang juga dikenal dengan nama Arslan. Pada masa ini wilayah kekuasaan bani Saljuk sudah semakin luas hingga daerah Nur Bukhara (Nur Ata) dan sekitar Samarkhan. Setelah itu diteruskan oleh Mikail, sedangkan ketika itu dinasti Ghaznawiyah dipipin oleh sultan Mahmud. Kareana kelicikan penguasa Ghaznawiyah, kedua pemimpin dinasti Saljuk ini ditangkap dan dibunuh sehingga mengakibatkan lemahnya kekuasaan Saljuk.
Pada periode berikutnya Saljuk dipimpin oleh Thugrul Bek. Ia berhasil mengalahkan Mahmud al-Ghaznawi, penguasa Ghaznawiyah pada tahun 429 H / 1036 M dan memaksanya meninggalkan daerah Khurasan, setelah keberhasilan tersebut, Thugrul memproklamirkan berdirinya dinasti Saljuk. Pada tahun 432 H / 1040 M dinasti ini mendapat pengakuan dari khalifah Abbasiyah di Baghdad. Disaat kepemimpinan Thugrul Bek inilah, dinasti Saljuk memasuki Baghdad menggantikan dinasti Buwaihi. Sebelumnya Thugrul berhasil merebut daerah Marwa dan Naisabur dari kekuasaan Ghaznawi, Balkh, Jurjan, Tabaristan, Khawarizm, Ray dan Isfahan.Pada tahun ini juga Thugrul Bek mendapat gelar dari khalifah Abbasiyah dengan Rukh al-Daulah Yamin Amir al-Muminin.
2.      Imperium Saljuk dibagi menjadi beberapa cabang:
a.       Saljuk AgungSetelah dipilih sebagai pemimpin imperium Saljuk, Thugril Bek merencanakan dua hal
b.      Melakukan konsolidasi kekuatan militer yang dianggap menentang kekuasaan saljuk
c.       Memperluas kekuasaan
Daerah kekuasaan Saljuk Agung meliputi Ray, Jabal, Irak, Persia dan Ahwaz. Setelah berhasil mengalahkan dinasti Ghaznawi dan menduduki singgasana kerajaan di Naisabur di bawah pimpinan Thugrul Bek saat itulah dia dianggap sebagai Dinasti Saljuk yang sebenarnya. Setelah menduduki jabatan sultan (1038 – 1063 M) dan secara resmi mendapat pengakuan dari kekhalifahan Abbasiyah. Selama memegang kekuasaan, Thugrul Bek menggalang persatuan yang kuat dengan saudara-saudaranya dengan memberikan kepada mereka wilayah kekuasaan tertentu. Pada tahun 1050 – 1051 M ia berhasil merebut Isfahan  dan menghancurkan kekuatan Daylamah di Persia. Kemenangan Thugrul Bek lebih gemilang ketika Hamadan pada tahun 1055 M dapat dikuasai.
Thugrul Bek herhasil memperluas wilayahnya dengan merebut Jurjan, Thabaristan, Rayy, Qazwin dan Zunian hingga menguasai hampir seluruh wilayah Iran, dan kemudian memindahkan ibukotanya ke Rayy.           
Sementara bintang kaum Saljuk mulai terang, bintang Bani Buwaihi mula redup dan pudar. Keadaan-keadaan yang timbul semakin mempercepat lagi kaum Saljuk tiba di Baghdad. Pada waktu itu Baghdad mulai rusuh, kondisi politik mulai kacau, keamanan tidak stabil akibat terjadinya perebutan kekuasaan untuk jabatan amir al-umara. Malik ar-Rahim sebagai amir al-umara dari Bani Buwaihi saat itu dikhianati oleh panglimanya sendiri Arselan al-Basasiri (keturunan Turki). Panglima Turki ini telah memberontak menentang rajanya dan khalifah Abbasiyah, Serta mencoba berkuasa penuh.Al-Basasiri mencoba menjalin berbagai persekutuan, dan dari waktu ke waktu dia berada pada posisi yang kuat. Tindakannya yang paling penting ialah menyatakan tunduk kepada khalifah Fatimiyah di Mesir untuk menggulingkan khalifah al-Qaim, dan sebagai imbalannya menerima sejumlah uang.
Al-Basasiri pernah berhasil menguasai Baghdad dan memaksa khalifah menandatangani dokumen yang menyatakan dirinya turun tahta serta tidak adanya hak bagi Dinasti Abbasiyah atasnya, dan menyerahkannya kepada khalifah Fatimiyah al-Muntansir. Ia juga diharuskan mengirimkan lambang kekhalifahan, termasuk mantel dan peninggalan-peninggalan suci lainnya. Al-Basasiri menguasai istana selama lebih kurang satu tahun. Untuk menghadapi permasalahan ini khalifah al-Qaim meminta pertolongan Thugrul Bek, pemimpin Saljuk dan Thugrul Bek mengambil kesempatan yang baik ini untuk memimpin bala tentaranya masuk ke Baghdad pada tahun 1055 M. Pasukan Bani Saljuk berhasil mengusir al-Basasiri dan kursi kekhalifahan diserahkan kembali kepada al-Qaim, Kemudian al-Qaim memberi gelar Yamin Amirul Mukminin serta meletakkan raja Malik ar-Rahim di bawah kekuasaannya, bahkan kemudian putri khalifah di nikahi oleh Thugrul Bek dan diboyongnya ke Rayy. Thugrul Bek dengan segera menangkap raja Malik ar-Rahim dan memenjarakannya sebagai tawanan di Rayy sampai wafat pada tahun 1058 M  dan akhirnya Bani Saljuk bisa menguasai Baghdad.
Setahun kemudian Thugrul Bek meninggal dunia tepatnya pada tanggal 8 Ramadhan 455 H/ 1062 M dan kursi kekuasaannya digantikan oleh Alp-Arselan (455-465 H/ 1063-1072 M), kemenakannya yang tertua karena Thugrul Bek tidak mempunyai anak laki-laki.
Setelah menjadi sultan Saljuk, Alp-Arselan mencoba melakukan konsolidasi dan ekspansi wilayah kekuatan politik Saljuk . Ia menjadikan kota Rayy sebagai ibu kota kesultanan Saljuk, sebagaimana pada masa pemerintahan Thugrul Bek. Alp-Arselan melakukan ekspedisi militer ke wilayah Transoksania untuk mengkonsolidasi wilayah tersebut dan berusaha memisahkan diri dibawah pimpinan Musa Beghu, pamannya sendiri. Setelah melakukan konsolidasi internal kekuasaan Saljuk dengan menundukkan Musa Beghu dan Quthlumisy ibn Chaghri Bek, ia mulai melakukan ekspansi ke wilayah di luar wilayah Islam, sehingga banyak penaklukan pada masanya dinyatakan sebagai jihad fi-sabilillah untuk meninggikan bendera Islam.
Dalam melancarkan misi politiknya dalam rangka ekspansi wilayah alp-Arselan menjadikan silaturrahmi dalam bentuk perkawinan. Ia mengawinkan putranya Malik Syah dengan putri Tumghaj Khan, penguasa kerajaan Khanniyah dan putranya yang lain dengan putri Ibrahim al-Ghaznawi. Hal ini dilakukannya untuk menambah kekuatannya menghadapi kekuatan Romawi.
Konfrontasi antara Saljuk dengan Romawi terjadi pada bulan Agustus 1071 M di Manzikart. Pada pertempuran itu dimenangkan oleh tentara Saljuk, maka dipandanglah Dinasti Saljuk sebagai dinasti pertama yang memperoleh kekuasaan permanen kekaisaran Romawi. Dengan kemenangan itu Ramailus Diogenus (pemimmpin pasukan Byzantium) selama 50 tahun harus membayar jizyah kepada kesultanan Saljuk. Tujuan alp-Arselan menjalin hubungan dengan Byzantium agar Saljuk lebih mudah mengembangkan kekuatan politiknya dan meraih program besar, yaitu menyatukan dunia Islam ke dalam khilafah Islam Sunni.

Pada akhir masa pemerintahan Alp-Arselan, hubungan kesultanan Saljuk dengan kesultanan Ghaznawi mulai memburuk karena kematian Tumghaj Khan. Anak Tumghaj, Syams al-Din Nashir berkeinginan menakhlukkan kesultanan Saljuk. Pada pemberontakan tersebut Alp-Arselan terbunuh dan kedudukannya sebagai Sultan Saljuk digantikan oleh anaknya Malik Syah.
Malik Syah (1072-1092M) naik tahta menggantikan ayahnya dan iadibantu oleh wazir Nidham al-Mulk yang sudah berhubungan dengan ayahnyaketika dia masih menjabat sebagai Gubernur Khurasan. Pada awalnya iamenjadikan Nisapur sebagai ibukota Saljuk, tetapi kemudian memindahkannya ke Rayy, ibukota yang lama. Setelah ia naik tahta, ia melakukan tiga hal: pertama, melakukan sentralisasi kekuasaan politik, kedua, menjaga wilayah yang diwariskan oleh ayah dankakeknya, dan ketiga, memperluas wilayah politik kesultanan Saljuk ke hampir seluruhwilayah Islam.
Selama pemerintahan Malik Syah perbatasan timur kemaharajaan berhasil dipertahankan bahkan diperluas: yaitu para penguasa lokal di daerah-daerah ini dipaksa mengakui keunggulan Malik Syah dan mengirimkan upeti. Setelah beberapa waktu berlalu hubungan antara Malik Syah, denganNidham al-Mulk memburuk dan puncaknya adalah terbunuhnya Nidham al-Mulk.Tidak lama setelah kematian wazir Nidham al-Mulk, pada tanggal 15 Syawal 485 H / 1092 M, sultan Malik Syah juga wafat. Posisi Malik Syah, digantikan oleh putra tertuanya Rukn al-Din Barqyaruk.
3.      Saljuk Irak (1118 – 10924 M)
Setelah wafatnya Malik Syah pada tahun 1117 M, mulailah munculperpecahan diantara kerabat Saljuk. Perpecahan tersebut ditandai dengan munculnya kesultan kecil di wilayah Saljuk Raya dan berusaha memisahkan diri dari kekuasaan Saljuk Raya di Iran. Di wilayah Irak Mahmud adalah penguasa pertama kali memisahkan diri. Ia melepaskan diri dari kekuasaanpamannya, sultan Sanjar, melalui pertempuran. Pemisahan wilayah Irak secaraindependen dari kekuasaan Saljuk Raya akhirya dipenuhi dengan menjadikanMahmud sebagai waliyal-ahd untuk wilayah yang sama, dengan gelar sultan di depan namanya. Akan tetapi dia tetap memerintah di Irak atas nama pamannya, Sanjar, meskipun pada saat yang sama ia merupakan sultan bagi bangsa Saljuk diIrak.
Sepeninggal Mahmud, gelar sultan jatuh kepada putranya Dawud (1131-1131), Thugril II (1132-1134), Mas'ud ( 1134-1152). Malik Syah II (1152 – 1153 ), Muhammad II (1153-1159), Sulaiman Syah (1159-1161), Arselan Syah (1161-1175) dan Thugrul III (1175-1194).    
Hampir keseluruhan penguasa Saljuk di Irak menduduki puncak kekuasaanpada usia yang sangat muda, Mahmud umpamanya, ketika menjadi sultan SaljukIrak, ia masih berusia 13 tahun. Karna itu, penguasa Saljuk Irak hampir dapatdikatakanhanyalah sebagai Penguasa simbolik. Sedangkan secara politikkekuasaan para sultan berada di tanganatabeg(bapak asuh)dan amir yang mengelilingi sultan dan mengendalikan administrasi pemerintahan dengan sekehendak hatinya.
4.      Saljuk Syiria
Nenek moyang kelompok ini adalah Tajuddaulah Tutusy bin Alp-Arselanyang telah mulai memerintah Syam pada tahun 470 H/ 078 M atas perintahMaliksyah yang memberinya wilayah kekuasaan di Damaskus dan sekitarnya.Tutusy berhasil meluaskan pengaruhnya ke halep (Aleppo), ar-Raha ( Rayy), Harran (Turki). Azerbaijan dan Hamada sebagai batu loncatan untuk menguasai Iran. Kareananya, Tutusy terlibat peperangan dengan Rukn al-Din Barqyaruk,kemenakannya. Barqyaruk tidak kuasa membendung Tutusy dan ia melarikan dirike Isfahan untuk meminta bantuan saudaranya Nashir al-Din Mahmud. AkhimyaTutusy di bunuh keponakannya pada sebuah pertempuran besar dekat Rayy pada tanggal 7 Safar 488 H / 1095 M.
5.      Saljuk Kirman (1041-1186 M)
Keturunan Saljuk di Kirman disebut juga Qawurtiyun. Sebutan tersebut diambil dari pendiri kerajaan Saljuk di wilayah ini, yaitu 'Imad al-Din Kara Arsela Qawurt ibn Chaghri Bek dawud ibn Mikail. Sedangkan kaitan dengan DinastiSaljuk adalah bahwa Qawurt adalah saudara Alp-Arselan ibnn Chaghri Bek yang pergi ke Kirman dengan kelompok Guzz, sekitar tahun 1041 M.
Beberapa tahun kemudian ia telah menduduki ibu kota Bardasir dan berhasil mendirikan pemerintahan di daerah Persia. Setelah merasa kuat, Qawurt menunjukkan sikap menentang terhadap kekuasaan saudaranya Alp-Arselan tetapi kemudian surut kembali setelah merasakan keunggulan Alp-Arselan.
Sewaktu Malik Syah naik tahta, Qawurt mencoba menggulingkannya karnamerasa lebih berhak atas tahta itu. Ia menyiapkan tentara yang besar menuju Rayyunuk memerangi kemenakannya. tetapi Malik Syah mencegat diHamadan danberhasil membunuhnya (466/1074M). Malik Syah mengangkat Sultan Syah bin Qawurt sebagai penguasa Kirman sampai tahun 477 H/ 1084 M. Selanjutnya tahta kesultanan yang dipegang oleh Turan Syah (1084-1097 M), Iran Syah (1097-­1100), Arslan Syah (1101-1142 M), Muhammad (1142-1156 M) dan Thugrul Syah (1156-1169).
Sepeninggal Thugrul Syah, tercatat kalau Saljuk Kirman memiliki tiga orang sultan yang masing-masing mengklaim bahwa dia adalah pengusa tertinggi. Mereka adalah Bahramsyah. Arslan II dan Turan Syah II. Akibatnya, Saljuk Kirman dibagi menjadi tiga wilayah, tetapi di antara ketiga penguasa tersebut, Turan Syah memilik kekuatan paling besar. Setelah Turan Syah meninggal pada tahun 579 H/ 1183 M), ia digantikan oleh Muhammad Syah ibn Bahrain Syah (1183-1186 M).
Kehancuran Saljuk Kirman disebabkan oleh kedatangan raja-raja Guzz. yang kemudian berhasil menguasai kesultanan. Bahkan akhirnya dapatmenurunkan sultan terakhir, yakni Muhammad Syah (582 H/1186M). Mulai tahun berikutnya (583 H/1187 M) wilayah Kirman menjadi kekuasaan kelompok Guzz dengan rajanya Malik Dinar.


6.      Saljuk Rum / Asia Kecil
Saljuk Roma berkuasa sekitar 220 tahun, dengan jumlah kesultanan kurang lebih 14 orang. Asal usul keturunan mereka berasal dari moyangnya Abu al-Fawaris Qutulmisy bin Israil bin Saljuk, yang diangkat sebagai penguasa di daerah al-Mawsil (Mousul, Irak), Diyar Bakr dan Syam pada masa penaklukan yang pertama.
Setelah mangkatnya Thrugrul Bek pada 455 H/1063 M dan naiklah Alp-Arselan, ia melakukan pemberontakan karna merasa lebih berhak atas jabatan itu. Tetapi ia berhasil di bunuh Alp-Arselan. Atas campur tangan Nizam al-Mulk, keluarga ini selamat dari penghancuran total, hanya saja penguasanya tidak diperkenankan memakai gelar amir.
Selanjutnya, pimpinan pemerintahan kemudian di pegang oleh Sulaiman bin Qutlumisy yang diberi wewenang mcnguasai Asia Kecil atas perkenanan dari Malik Syah. Nama Sulaiman makin terkenal setelah berhasil merebut Antakiyah pada tahun 477 H/ 1085 M dari tangan orang-orang Philaterus, Armenia. Sulaiman terlibat peperangan dengan Tutusy yang berakhir dengan kematiannya.
Meskipun masa pemerintahan Sulaiman diwarnai oleh banyak penaklukan. Ada dua hal yang perlu dicatat dalam sejarah, yaitu: pertama, bangsa Armenia yang tertekan akibat tekanan keagamaan Byzantium, mendapatkan kebebasan beragama pada masa Sulaiman bin Quthlumusy. Kedua, tidak lama Setelah ia naik tahta, ia membagikan tanah kepada para petani yang belum memiliki tanah. Tanah ini dahulunya merupakan milik pejabat Byzantium. Kebijakan ini memberikan konstribusi penting bagi kehidupan sosial yang harmonis dan mengeliminasi munculnya aristokrasi para pemilik tanah.
Setelah Sulaiman ibn Quthlumisy wafat. Malik Syah kemudian mengangkat anak Sulaiman Qilij Arslan I,  ia menjalin hubungan dengan kaisar Byzantium sehingga ia memiliki kebebasan melebarlan pengaruh ke wilayah sebelah timur. Kemudian Qilij kembali ke ibu kota untuk mempertahankannya dari serangan tentara Salib. Ketika kota ini jatuh ketangan tentara Salib, Qilij Arslan I memindahkan ibukota ke Kenya. Setelah itu menjalin kerja sama dengan kaisar Byzantium dalam melawan tentara salib. Dalam pertempuran hebat dengan tentara Saljuk Raya di sungai Khabur, Qilij terbunuh.
Secara kronologis para penguasa Saljuk Roma adalah sebagai berikut: Sulaiman bin Quthlumusy, Qilij Arslan I (1086-1107 M), Malik Syah dan Mas'ud (1107-1155 M), Qilij Arslan II (1156-1192 N1),  Rukhnudin Sulaiman II (1196-1204 M), Qilij Arslan III dun Giyasuddin Kaikhusraw (1204-1210 M), Izzuddin Kaikhusraw I (1210-1219 M), Alaudin Kaikobad (1219-1237 M), Izzuddin Kaikhusraw II (1237-1245 M), Izzudin Kaikhusraw III (1246-1256 M ), Rukhnuddin Qilij Arslan IV (1237-1266 M), Giyasuddin Kaikhusraw III (1266-1282), Giyasuddir, Mas'ud II dm Alaudin Kaikobad II (1282 -1302 M).
Turki Saljuk di Anomalia mencapai masa kejayaannya pada petnerintahan Alaudin Kaikobad ( 1219-1237 M ). Ketika itu kawasan Asia berada dalam ancaman penakhlukan bangsa mongol ia membangun tembok yang melindungi kota Kenya. Dia mempekerjakan armada lautnya dengan membangun industry kapal di Kolonoros.
Kesultanan Saljuk ini dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Dinasti Saljuk yang lain meskipun terjadi banyak pertentangan intern. Kehancuran dinasti Saljuk Asia kecil diawali dengan masuknya orang-orang Mongol yang lama kelamaan dapat mengusai pemerintahan, dan akhirnya mampu merebut kesultanan dihawah pimpinan Gaza Khan.
7.      Kemajuan yang dicapai Dinasti Saljuk
a.  Bidang Ilmu Pengetahuan
Pada masa pemerintahan Alp-Arselan, ilmu pengetahuan mulai berkembang dan mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Malik Syah bersama perdana mentrinya Nizham al-Mulk. Nizam al-Mulk inilah yang memprakarsai beridirinya Universitas Nizhamiyah (1065 M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Nizham al-Mulk ini adalah seorang yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu agama, pemerintahan dan ilmu pasti.
Pada masa Malik syah inilah lahir ilmuan-ilmuan muslim seperti al-Zamakhsyari dalam bidang tafsir, bahasa dan theology, al-Qusyairi dalam bidang tafsir, Abu Hamid al-Ghazali dalam bidang theology, Farid al-Din al-Aththar dan Umar Kayam dalam bidang sastra dan matematika.
b.      Bidang Politik dan Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Dinasti Saljuk, mereka mengembalikan jabatan wazir yang sebelumnya ditukar dengan khatib oleh Dinasti Buwaihi. Di samping itu, mereka melakukan ekspansi ke daerah-daerah yang berada di sekitar wilayah kekuasaannya seperti Jurjan, Tabaristan, Rayy, Qazwain, Zanjan, bahkan hamper mengusai seluruh wilayah Iran, Wilayah Irak Barat, Kirman, Kurzistan dan Oman.
Puncaknya pada masa pemerintahan alp-Arselan, kekuasaan dinasti Saljuk sampai ke Asia Barat, yaitu daerah Bizantium sebagai pusat kebudayaan Romawi, Perancis, Armenia, Guzz dan al-Akhraj. Dalam ekspansi ini terjadi peristiwa yang dinamakan dengan manzikart (1071 M), di mana Raja Romawi Romanus Drogenes memerintahakan tentaranya untuk menentang tentara alp-Arselan dan mendengar pernyataan tersebut membakar semangat perang kaum Saljuk sebagai wujud mempertahankan harga diri dan kaumnya.
c.  Bidang Pembangunan Fisik
Kaum Dinasti Saljuk sangat suka dan gemar pada bangunan-bangunan besardan megah, ukiran-ukiran yang cantik dan gambar-gambar yang dipenuhihiasan. Karena begitu senangnya dengan karya seni, sulthan-sulthanmemberikan perlindungan dan perhatian terhadap hasil karya seni sertamemberikan motivasi kepada penciptanya untuk terus berkarya.
Bangunan yang banyak dibangun adalan jalan-jalan, mesjid jembatan dansaluran irigasi. Bahkan pada masa alp-Arselan dilakukan pemugaran bentengBukhara dan tembok Madinah dan mendirikan sebuah mesjid yang megahdengan dua mahligai yang besar di Samarkhan, kemudian salah satu mahligaitersebut dijadikan sekolah.



D.    Kemunduran dan Kehancuran Daulah Abbasiyah
Kehancuran Bani Saljuk merupakan tonggak kehancuran Daulah Abbasiyah,karena fakta sejarah menyebutkan bahwa setelah kehancuran Bani Saljuk, munculdinasti-dinasti kecil tetapi tidak lagi terikat dengan Daulah Abbasiyah. Penulisakan memaparkan beberapa penyebab yang melatar belakangi kehancuran DaulahAbbasiyah ini.
a.      Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam perioderisasi khilafah Abbasiyah, masa kemundurandimulai sejak periode kedua. Namur demikian, faktor-faktor penyebabkemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat padaperiode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benihitu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihatbahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepalapegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur rodapemerintahan.Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafahAbbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satusama lain. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
b. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang­orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib keduagolongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-samatertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetapmempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebabdinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Padamasa, itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arabsendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengandemikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Merekamenginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula.Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuhmereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa,non-Arab(‘ajam) di dunia Islam.             
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa.Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-­budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Adalah Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besarkepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka diangkatmenjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalamkota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami,sehingga khalifah berikutnya menjadi boneka mereka.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang khalifah yang lemah naik tahta,dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yangdiangkat jadi khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudahberakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kernudiandirebut oleh Bani Buwaihi, bangsa Persia pada periode ketiga (334-447 H), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Saljuk, bangsa Turki pada periode keempat(447-590 H).
c.Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhansangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir,Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kenyataannya banyakdaerah yang tidak dikuasai oleh khalifah. Secara rill daerah-daerah itu beradadi bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengankhalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.

Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuannominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karna khalifah tidak cukupkuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalanganpenguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasaAbbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutankekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia danTurki.
Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggamanpenguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorangpemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperolehkemerdekaan penuh, seperti Daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah diMarokko. Kedua, seorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah yangkedudukannya semakin kuat, seperti Daulah Aghlabiyah di Tunisiyah danThahiriyyah di Khurasan.
Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekhalifahan Baghdad pada masaKhilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
1.    Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H),Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasaiBaghdad (320-447).
2.    Yang berbangsa. Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah diTurkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), DinastiSaljuk dan cabang-cabangnya.
3.    Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H),Ayubiyah (564-648 H).
4.   Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 H), Aghlabiyyah diTunisia (180-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah diTabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H),Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H),Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
5.  Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah diMesir.
a.  Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahanyang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul­mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutamadalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasukimasa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduranyang drastis.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negaramenurun sementara pengeluaran meningkat. Menurunnyapendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayahkekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomianrakyat. Diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti sedangkan pengeluaranmembengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabatsemakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabatmelakukan korupsi.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-­marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatanpolitik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tidakterpisahkan.
b.      Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadipenguasui, maka kekecewaan itu mendorong sebagian merekamempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme.Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan zindiq ini menggoda rasakeimanan para khalifah.
Khalifah Al-Manshur berusaha keras memberantasnya, beliaujuga memerangi Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. Setelah al-Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mandi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliaumendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka sertamelakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi, semua itutidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengangolongan zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana sepertipolemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkandarah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contohkonflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung dibalik ajaran Syi’ah, sehingga banyak aliran Syi’ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi’ah sendiri. AliranSyi’ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapandengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering tejadi konflik yangkadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil misalnya,memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namunanaknya, al-Muntashir (861-862 M), kembali memperkenankan orang syi’ahmenziarahi” makam Husein tersebut.Syi’ah pernah berkuasa di dalamkhilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. DinastiIdrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinastiSyi’ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihanantara Ahlusunnah dengan Mu’tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma’mun,khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikanmu’tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masaal-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu’tazilah dibatalkan sebagai aliran negaradan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu’tazilah bangkitkembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Saljuk yangmenganut paham Asy’ariyyah penyingkiran golongan Mu’tazilah mulaidilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy’ariyahtumbuh subur dan bedaya.
c.       Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemundurandan kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yangmenyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhimya hancur.
d.      Perang Salib
Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp-Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benihpermusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdismenerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang­-orang Kristen yang ingin berziarah ke sana. Pada tahun 1095M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untukmelakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib. Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau peride telahbanyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelahmelakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasaiNicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre.
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkanbahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islamkarena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian.Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islamitu dan diperkeras di kantong-kantong ahlulkitab. Tentara Mongol, setelahmenghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.
e.       Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berak-himya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuahkawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudiandisatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui­sahara yang dikenal keras kepala dan suka berlaku jahat.
Sebagai awal penghancuran Baghdad dan Khilafah Islam, orang-orangMongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan jugamenguasai Asia kecil.Pada bulan September 1257 M, Hulagu mengirimkanultimatum kepada khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kotasebelah luar diruntuhkan. Tetapi khalifah tetap enggan memberikan jawaban.Maka pada Januari 1258 M, pasukan Hulagu bergerang untuk menghancurkantembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base camp pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin danfuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagumengzinkan pasukannya untuk melakukan apa saja di Baghdad. Merekamenghancurkan kota, dan membakamya. Pembunuhan berlangsungselama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.
Perlu juga disebutkan disini peran busuk yang dimainkan oleh seorang Syi’iRafidhah yaitu Ibn ‘al-Qami, menteri al-Mu’tashim, yang bekerjasama denganorang-orang Mongolia dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka



BAB III
PENUTUP
Berdasakan gambaran di atas masyarakat muslim di Sisilia dan pada masa dinasti Ghaznawiyah mempunyai peradaban tinggi tidak berbeda dengan zaman pemerintahan Abbasiyah dan Andalusia dalam memperkaya Khazanah Peradaban umat Islam. Kisah di Sisilia memberikan banyak pelajaran bagi kita. Kaum muslimin menaklukkan pulau tersebut setelah terjadinya konflik internal di kalangan orang-orang Kristen Celakanya, kesalahan yang sama juga dilakukan oleh pihak muslim di Sisilia. Mereka berpecah belah karena panasnya politik maupun karena konflik madhab dan aliran akibatnya Sisilia dikuasai oleh orang Kristen dan celakanya orang kristen menguasai peninggalan buku buku ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari ilmuwan muslim. Sepertinya raja-raja Kristen di Sisilia memahami betul bahwa ilmu pengetahuan merupakan kekuatan yang luar biasa bagi sebuah peradaban. Siapa yang menguasai ilmu pengetahuan, maka peradabannya akan mampu bertahan lebih lama dan langgeng.
Kisah dinasti Ghaznawiyah tidak jauh berbeda dengan Islam di Sisilia. Konflik internal sangat berpengaruh terhadap kekuatan sebuah pemerintahan. Patut disayangkan karena kehancurannya akibat dari kaumnya sendiri dan terlalu lama bangun dari keterpurukannya.








DAFTAR PUSTAKA
http://alwialatas.multiply.com/journal/item/29/sisilia-dua-abad-keemasan-di-bawah-islam-bagian-1
Republika.co.id
http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Idris
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/12/13/dinasti-buwaihi-dan-perkembangannya/


Comments

Popular posts from this blog

HISTORIOGRAFI AFRIKA

PROYEKSI PETA